Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jepara, Bertopang pada Kayu dan Ukiran

Kompas.com - 19/09/2011, 03:10 WIB

HENDRIYO WIDI

Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, identik dengan mebel dan patung ukir. Perekonomian dan citra daerah di Semenanjung Muria itu benar-benar bertopang pada kayu dan seni mengolah kayu. Ada 3.995 unit usaha di bidang itu, yang tersebar di 15 dari 16 kecamatan dan menyerap 62.524 pekerja.

Hal itu belum termasuk tenaga kerja yang tidak terkait langsung dengan industri mebel dan ukiran, seperti angkutan, warung makan, penggergajian, dan bahan baku. Sumbangan industri pengolahan terhadap PDRB Jepara juga merupakan yang terbesar, yaitu 26,8 persen pada 2009 dan 27,51 persen pada 2010.

Produk-produk mebel dan ukiran Jepara tidak hanya diminati pasar lokal dan nasional, tetapi juga pasar internasional. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Jepara mencatat, pada 2010, Jepara mengekspor mebel ke 99 negara senilai Rp 1,013 triliun, kerajinan kayu dan tangan ke 14 negara senilai Rp 5,896 miliar, dan kayu olahan ke 18 negara dengan nilai devisa Rp 13,070 miliar.

Ekspor produk-produk itu secara otomatis mengangkat nilai ekspor keseluruhan produk asal Jepara. Pada 2009, nilai ekspor Jepara ke 105 negara sebesar Rp 1,073 triliun, sedangkan pada 2010 ekspor ke 106 negara meningkat menjadi Rp 1,190 triliun. Dari total ekspor Jepara pada 2010, yaitu Rp 1,190 triliun, sebesar Rp 1,032 triliun di antaranya disumbangkan dari mebel dan ukiran.

Sejarah panjang

Usaha mebel dan kayu ukir Jepara dirintis sejak abad ke-7 atau pada masa Kerajaan Kalingga yang diperintah Ratu Shima, terutama dalam pembuatan rumah tradisional, istana, dan kapal. Pada zaman Kerajaan Majapahit, Jepara menjadi salah satu wilayah ekspansi seniman- seniman ukir Hindu yang memperkenalkan motif ukir Majapahit dan Bali. Pusatnya di Dusun Belakang Gunung, Desa Mulyoharjo, Kecamatan Jepara.

Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadirin, muncul pengukir terkenal asal Tiongkok, Cwie Wie Gwan atau Sungging Badar Duwung, yang mengajarkan motif bunga dan daun. Ukiran Sungging Badar Duwung lestari hingga kini menghiasi Masjid Mantingan dan makam Ratu Kalinyamat.

Kemudian pada masa RA Kartini, para tukang kayu dan pengukir Jepara terangkat ke dunia internasional. Melalui lembaga Oost en West, Kartini memamerkan dan memasarkan produk-produk Jepara, termasuk ukir-ukiran dan patung, di Belanda.

Kartini bahkan berupaya melindungi produk-produk Jepara dengan mengkritik orang-orang yang meremehkan karya ukir Jepara. ”...saya sakit hati kalau barang-barang yang sangat indah itu menjadi milik orang-orang yang acuh tak acuh, yang tidak dapat atau sekurang-kurangnya tidak cukup menghargai barang-barang itu...” (Kartini, Pembaharu Peradaban, 2010).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com