Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cemaran Ganggu Areal Tangkap

Kompas.com - 14/09/2011, 04:50 WIB

Jakarta, Kompas - Pencemaran laut di Selat Timor akibat tumpahan minyak sumur Montara milik perusahaan PTTEP Australasia mencapai jarak sekitar 50 mil laut atau sekitar 92 kilometer sebelah selatan garis pantai Pulau Rote. Perairan itu merupakan areal tangkap nelayan Timor yang sering memburu ikan hingga dekat perairan Australia.

Demikian hasil penelitian Fakultas Kelautan dan Perikanan Institut Pertanian Bogor (FKP-IPB), Februari 2011, atas permintaan PTTEP.

”Partikel pencemar masuk zona ekonomi eksklusif Indonesia yang merupakan fishing ground berbagai jenis ikan pelagis, seperti tongkol, cakalang, dan beberapa ikan karang,” kata Indra Jaya, Guru Besar yang juga Dekan FKP-IPB, Selasa (13/9), yang dihubungi dari Jakarta.

Gangguan ini diprediksi dialami nelayan selama enam bulan sejak kebocoran minyak sumur Montara, 21 Agustus 2009. Minyak tumpah selama 72 hari dengan volume 30.000 barrel.

Tumpahan dibersihkan menggunakan cairan untuk membuat senyawa hidrokarbon minyak melayang di kolom air. Selanjutnya partikel pencemar disapu arus lintas Indonesia yang dikenal berarus kuat dari arah timur-laut melewati celah Timor menuju Samudra Hindia.

Berdasarkan permodelan dan pengukuran masa air laut, Indra Jaya memaparkan, partikel pencemar tidak mencapai pantai di Indonesia. Dengan demikian, ekosistem terumbu karang dan mangrove tidak terganggu.

Siap membayar

Dalam penjelasan kepada media massa di Jakarta, Selasa (13/9), Wakil Presiden Eksekutif PTTEP Luechai Wongsirasawad menyatakan siap membayar kompensasi asal Pemerintah Indonesia memiliki bukti ilmiah bahwa kerugian itu disebabkan tumpahan minyak Montara. Ia mengatakan, partikel pencemar hanya mencapai 94 kilometer dari garis pantai Timor. Menurut dia, hanya nelayan berkapal besar yang bisa mencapai lokasi itu.

Hingga kini, PTTEP dan Pemerintah Indonesia belum menandatangani nota kesepahaman yang isinya, antara lain, menentukan pihak ketiga untuk menengahi perbedaan bukti.

Terkait angka 3 juta dollar AS yang disebut sebagai nilai kompensasi yang ditawarkan, Wongsirasawad menyatakan, PTTEP tidak pernah menyebut angka nominal kompensasi. Dana itu merupakan dana tanggung jawab sosial PTTEP yang memiliki bisnis di Indonesia.

Sebelumnya, dalam kunjungan ke Kompas, Wongsirasawad mengungkapkan, selain melakukan penelitian bersama IPB untuk meneliti arus kuat di kawasan Timor yang dikenal sebagai Indonesian Throughflow (ITF), pihaknya juga melakukan penelitian bersama Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM-UI) tentang dampak tumpahan minyak terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir Timor pada April 2011.

Penelitian arus laut menunjukkan, dengan kecepatan 1,4 kilometer per jam di permukaan laut, tumpahan minyak amat cepat tersapu dari Laut Timor ke arah barat daya sehingga tidak mungkin mencemari Laut Sawu sebagaimana diklaim.

Hasil penelitian dengan LPEM-UI masih dalam tahap penyelesaian, tetapi data resmi dari Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Timur menunjukkan peningkatan signifikan volume tangkapan ikan tahun 2009 dibanding 2008.

Ketua Tim Advokasi Tuntutan Ganti Rugi Pencemaran di Laut Timor (TALT), Masnellyarti Hilman, mengatakan, ”Kami sudah melakukan studi sendiri. Berdasarkan itu, klaim kami layangkan. Kami minta mereka untuk mengklarifikasi hasil studi itu.”

Untuk klaim terhadap dampak pada ekosistem, kata Masnellyarti, ada beberapa perbedaan hasil, antara lain, soal luasan terdampak. Dia menuturkan, penelitian dilakukan dengan mengambil contoh air laut yang diperiksakan ke laboratorium. Hasilnya, ditemukan ”sidik jari” alias jejak tumpahan minyak Montara. ”Awalnya mereka membantah, tetapi lalu setuju,” ujar dia.

Soal mangrove, Indonesia mengklaim ada dampak, sementara PTTEP mengatakan tak ada dampak. ”Mereka belum setuju bahwa tumpahan minyak mencemari pantai Indonesia,” kata Masnellyarti, menambahkan.

Karena itu, dibuat nota kesepahaman yang memuat kesepakatan akan ada komite netral yang akan melihat data kedua pihak. ”Jika tetap tidak ada kesepakatan, komite akan memberikan rekomendasi, apa yang harus dilakukan,” katanya.

(ICH/ISW/EVY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com