Demikian hasil penelitian Fakultas Kelautan dan Perikanan Institut Pertanian Bogor (FKP-IPB), Februari 2011, atas permintaan PTTEP.
”Partikel pencemar masuk zona ekonomi eksklusif Indonesia yang merupakan fishing ground berbagai jenis ikan pelagis, seperti tongkol, cakalang, dan beberapa ikan karang,” kata Indra Jaya, Guru Besar yang juga Dekan FKP-IPB, Selasa (13/9), yang dihubungi dari Jakarta.
Gangguan ini diprediksi dialami nelayan selama enam bulan sejak kebocoran minyak sumur Montara, 21 Agustus 2009. Minyak tumpah selama 72 hari dengan volume 30.000 barrel.
Tumpahan dibersihkan menggunakan cairan untuk membuat senyawa hidrokarbon minyak melayang di kolom air. Selanjutnya partikel pencemar disapu arus lintas Indonesia yang dikenal berarus kuat dari arah timur-laut melewati celah Timor menuju Samudra Hindia.
Berdasarkan permodelan dan pengukuran masa air laut, Indra Jaya memaparkan, partikel pencemar tidak mencapai pantai di Indonesia. Dengan demikian, ekosistem terumbu karang dan mangrove tidak terganggu.
Dalam penjelasan kepada media massa di Jakarta, Selasa (13/9), Wakil Presiden Eksekutif PTTEP Luechai Wongsirasawad menyatakan siap membayar kompensasi asal Pemerintah Indonesia memiliki bukti ilmiah bahwa kerugian itu disebabkan tumpahan minyak Montara. Ia mengatakan, partikel pencemar hanya mencapai 94 kilometer dari garis pantai Timor. Menurut dia, hanya nelayan berkapal besar yang bisa mencapai lokasi itu.
Hingga kini, PTTEP dan Pemerintah Indonesia belum menandatangani nota kesepahaman yang isinya, antara lain, menentukan pihak ketiga untuk menengahi perbedaan bukti.
Terkait angka 3 juta dollar AS yang disebut sebagai nilai kompensasi yang ditawarkan, Wongsirasawad menyatakan, PTTEP tidak pernah menyebut angka nominal kompensasi. Dana itu merupakan dana tanggung jawab sosial PTTEP yang memiliki bisnis di Indonesia.