Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tipisnya Budaya Sadar Bencana

Kompas.com - 14/09/2011, 04:32 WIB

OLEH SUWARDIMAN

Ironis! Meski sebagian besar masyarakat tinggal dan mencari hidup di tengah wilayah yang berisiko bencana alam tinggi, tetapi mereka tak siap menghadapinya. Tidak terlihat adanya tradisi sigap menghadapi bencana yang biasanya datang sewaktu-waktu mengancam hidup mereka. 

Hasil survei yang dilakukan Litbang Kompas pada Juli 2011 di daerah-daerah padat penduduk yang tergolong rawan bencana, yakni Kota Banda Aceh, Padang, Bengkulu, Palu, Yogyakarta, dan Karangaseng (Bali), menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat tak siap menghadapi bencana alam. Bahkan, kesadaran bahwa mereka hidup di daerah rawan bencana alam pun ternyata masih rendah.

Hampir separuh dari 806 responden dalam survei tersebut menyatakan bahwa daerah tempat tinggal mereka tidak rawan bencana. Padahal jelas kawasan itu tergolong rawan bahaya bencana.

Gambaran rendahnya kewaspadaan ini dipengaruhi oleh cara pandang sebagian besar masyarakat dalam menilai bencana alam. Masyarakat cenderung pasrah dan menerima apa yang diberikan alam. Ilustrasi ini tampak dari fakta, sebagian terbesar responden dalam survei yang cenderung melihat bencana alam sebagai takdir yang tidak bisa dihindari.

Kluckhohn, seperti dikutip Koentjaraningrat (1987), mendefinisikan cara pandang manusia terhadap alam dalam tiga orientasi nilai. Pertama, manusia tunduk kepada alam sehingga hanya bisa pasrah (manusia tradisional). Kedua, manusia berusaha mencari keselarasan dengan alam (transformasi). Ketiga, manusia berhasrat menguasai alam (manusia modern).

Dalam mendeskripsikan budaya masyarakat, Koentjaraningrat, secara spesifik menjelaskan hubungan manusia dengan alam. Masyarakat, khususnya masyarakat Jawa pedesaan, memiliki ikatan yang sangat kuat dengan alam. Masyarakat memilih untuk berusaha hidup selaras dengan alam.

Namun, jika berhadapan dengan kekuatan alam yang membawa maut seperti bencana, mereka cenderung menyerah secara total kepada nasib. Mereka tidak berusaha banyak untuk melawan bencana itu atau menyelamatkan diri.

Pandangan tersebut juga terlihat dari respons sebagian responden dalam survei ini. Karakteristik masyarakat yang cenderung pasrah terlihat dominan, termasuk mereka yang memiliki pengalaman menjadi korban bencana alam. Kondisi ini yang membuat mayoritas korban bencana tak khawatir untuk kembali ke daerah tempat tinggal mereka semula.

Kondisi ini juga dialami oleh Halimatus Sadiah (46), salah satu responden survei dari Aceh. Ia salah satu korban bencana tsunami yang melanda Banda Aceh akhir tahun 2004. Meskipun mengalami kehilangan anggota keluarga dan harta benda, namun tak pernah tebersit dalam pikirannya untuk pindah ke daerah lain. ”Tinggal di mana pun, jika sudah menjadi kehendak Tuhan, bencana alam akan tetap terjadi.” ujar Sadiah.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com