Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Dibangun, Distribusi Kakao Terbuka

Kompas.com - 05/09/2011, 02:59 WIB

ASWIN RIZAL HARAHAP

Datang di Sulawesi Selatan sebagai transmigran pada 1978, Haji Sakeh (55) harus berjibaku dengan jalanan berlumpur untuk mengangkut hasil panen kedelai. Kini, jaringan infrastruktur yang menjangkau pedesaan di Kabupaten Luwu Timur telah mengubur masa-masa pahit itu.

Ditemui di Desa Balirejo, Kecamatan Angkona, Luwu Timur, sekitar 650 kilometer timur laut Kota Makassar, Jumat (19/8), Sakeh mengisahkan masa-masa awal ”merenda hidup” di Bumi Sawerigading ini. Dulu, kualitas hasil panennya kerap menurun karena terlambat didistribusikan ke pedagang pengumpul.

”Saat musim hujan tiba, saya terpaksa menyimpan hasil panen hingga berminggu-minggu. Pedagang pengumpul baru datang mengambil saat cuaca cerah,” ungkap pria asal Magetan, Jawa Timur, ini.

Kala itu, warga umumnya membawa hasil panen ke Kecamatan Tomoni dan Malili yang kini jadi ibu kota Luwu Timur. Jarak dari Desa Balirejo ke kedua kecamatan tersebut hanya sekitar 30 kilometer sehingga membutuhkan waktu sehari untuk mengangkut hasil panen karena kondisi jalan yang berlumpur.

Situasi berangsur membaik pada pertengahan tahun 1990 ketika warga mulai menanam kakao dan menyisihkan sedikit hasil panen untuk menutupi permukaan jalan dengan bebatuan. Proses distribusi kakao pun bisa berjalan karena sepeda motor bisa lewat di jalan itu.

Kini, kendala pengiriman hasil panen tak lagi dirasakan warga seiring pemekaran wilayah Luwu Timur, dari kabupaten induk Luwu Utara pada tahun 2003. Kabupaten ini berpenduduk sekitar 220.000 jiwa. Program ”Desa Mengepung Kota” yang dicanangkan Pemkab Luwu Timur dengan mengakselerasi pembangunan infrastruktur di wilayah pelosok mengubah wajah desa umumnya.

Sakeh merasakan betul manfaat pembangunan jalan di daerahnya. Jalan beton sejauh 20 kilometer dengan lebar 4 meter yang menjangkau Desa Balirejo, Tawakua, dan Mantadulu berperan besar menopang kelancaran usahanya sebagai pedagang pengumpul kakao.

Hampir setiap pekan Sakeh memasok 8 ton kakao ke eksportir di Makassar menggunakan truk miliknya. Dengan harga kakao saat ini Rp 23.000 per kilogram, ia meraup laba lebih kurang Rp 20 juta dalam sekali pengiriman.

Membaiknya kondisi infrastruktur turut memicu pertumbuhan pengumpul hasil bumi, terutama kakao. Sejak pembangunan jalan gencar dilakukan tahun 2006, kini terdapat minimal delapan pedagang pengumpul di Desa Balirejo, Tawakua, dan Mantadulu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com