Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dorong Upaya Hutan Lestari

Kompas.com - 10/08/2011, 20:08 WIB

SOLO, KOMPAS.com - Kewajiban sertifikasi kayu dinilai akan mendorong upaya pengelolaan hutan lestari, dalam hal menekan terjadinya pembalakan liar dan perdagangan kayu ilegal. Di sisi lain, adanya sertifikasi kayu diharapkan dapat memperlancar pasar ekspor produk kayu asal Indonesia.  

Hal ini disampaikan Program Direktur Multistakeholder Forestry Programme, Diah Raharjo, dalam Workshop Sistem Legalitas dan Verifikasi Kayu (SLVK ) untuk Wartawan di Kota Solo, Rabu (10/8/2011).  

"Selama ini persoalan riil di lapangan tidak pernah bisa tersentuh oleh kebijakan-kebijakan yang ada. Dengan adanya SLVK ini meski masih ada kekurangannya kami nilai dapat menjadi titik masuk bagi pengelolaan hutan lestari," kata Diah.  

Mengutip data Kementerian Kehutanan tahun 2006, dari total luas hutan Indonesia 120,35 juta hektar, seluas 59,6 juta hektar rusak yang penyebab utamanya pembalakan liar. Laju deforestasi mencapai 1,08 juta hektar per tahun, dengan kerugian akibat kehilangan kayu 5 miliar dollar Amerika Serikat.

SLVK merupakan aturan tentang standar dan pedoman penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari, dan verifikasi legalitas kayu pada pemegang izin atau pada hutan hak seperti diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut II/2009. Aturan ini mewajibkan unit usaha kehutanan mempunyai sertifikat pengelolaan hutan lestari, atau setidaknya sertifikat legalitas.

Sementara untuk unit industri yang berbahan baku kayu, baik industri primer maupun lanjutan, harus mendapatkan sertifikat legalitas.  

"SLVK merupakan upaya kita memberi jaminan legalitas produk perkayuan, mengingat pasar internasional mulai menuntut aspek legalitas," kata Kepala Subdirektorat Penilaian Kerja Industri dan Pemasaran Hasil Hutan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Kementerian Kehutanan, Maidiward .

Ia mencontohkan, Jepang dengan kebijakan Green Konjuho yang mewajibkan kayu impornya berasal dari sumber yang jelas, atau Amerika Serikat dengan amandemen Lacey Act untuk menghindari kayu impor illegal serta Uni Eropa dengan Timber Regulation yang menghambat kayu impor ilegal.

Padahal pangsa pasar ekspor kayu Indonesia, seperti ke Uni Eropa cukup besar. Misalnya, tahun lalu ekspor kayu ke Uni Eropa mencapai 13,5 persen dengan nilai 1,3 miliar dolar Amerika Serikat.

Meski telah diterbitkan pada tahun 2009, SLVK baru bisa diimplementasikan akhir tahun 2010. Sejauh ini, baru perusahaan berorientasi ekspor yang merasa berkepentingan untuk mencari sertifikasi, mengingat juga tidak adanya sanksi bagi yang melanggar.

"Ke depan kami tengah memikirkan insentif bagi industri kecil, agar juga terdorong mencari sertifikasi karena mereka ini pemasok bagi industri besar," kata Maidiward. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com