Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekstrem Kanan dan Imigran di Eropa (1)

Kompas.com - 26/07/2011, 13:37 WIB

KELOMPOK-KELOMPOK ektrem kanan Eropa menikmati kebangkitan kembali selama 30 tahun terakhir. Kebangkitan kelompok-kelompok itu didorong oleh kebencian terhadap bertumbuhnya kekuatan Uni Eropa dan oleh penolakan terhadap multikulturalisme yang menyertai imigrasi orang-orang dari negara berkembang.

Partai-partai politik yang menentang imigrasi dan integrasi (dengan para pendatang) telah melakukan yang terbaik dalam pemilu pada beberapa tahun terakhir. Selain itu, kelompok-kelompok neo-fasis dan "nasional sosialis" telah jadi mapan di seluruh benua itu, termasuk di Jerman, Belgia, Belanda, Italia, Skandinavia, Hungaria, dan Inggris.

Kebanyakan dari mereka yang masuk kelompok ekstrem kanan tidak akan merenungkan pembantaian yang terjadi di Norwegia, Jumat, lalu. Sebaliknya, mereka mungkin akan bersimpati dengan apa yang tampaknya telah menjadi manifesto dari si tersangka penyerang, Anders Behring Breivik. Breivik mengklaim, "budaya Marxisme" secara moral telah mendegradasi Eropa. Breivik menulis, "Anda tidak bisa mengalahkan islamisasi atau menghentikan atau membalikan kolonisasi Islam di Eropa Barat tanpa terlebih dahulu memberangus doktrin politik yang diwujudkan melalui multikulturalisme atau budaya Marxisme". Ia juga menulis, "Salah satu manifestasi dari kegilaan dunia zaman kita ini adalah multikulturalisme."

Banyak kaum rasis, yang mengunggulkan ras kulit putih, yang setuju dengan pandangan tersebut di website seperti stormfront.org, yang punya moto "White Pride Worldwide". Di situs-situs forum diskusi,sebuah thread berjudul "Perjuangan Skandinavia Melawan Multikulturalisme" memperingatkan bahwa "Eropa bersatu bisa menjadi sebuah tembok kuat melawan invasi 'budaya' Islam, tetapi yang terjadi sebaliknya, Eropa telah menjadi pintu gerbang untuk Islam." Thread itu, yang telah aktif selama beberapa tahun, berisi laporan tentang dugaan perkosaan oleh imigran, memperingatkan tentang tingkat kelahiran yang rendah dari penduduk asli Skandinavia dan link ke video-video protes kaum ekstrem kanan.

Thread lain berjudul, "Please Nordic people, keep white Scandinavia." Sehari sebelum serangan yang menewaskan 76 orang di Norwegia, Jumat lalu, itu, salah seorang peserta forum menulis, "Norwegia harus bangkit dan deportasi (semua) yang bukan orang kulit putih."

Dalam tulisannya sendiri, tersangka pengebom, Anders Breivik, telah mengeluh tentang "proses ghettofikasi Muslim" di Oslo,  sebuah istilah yang juga digunakan kaum ektrem kanan di Denmark.

Partai-partai politik sayap kanan di Skandinavia, meski tidak mengemban pandangan apokaliptik semacam itu, tetapi telah memanfatkan sentimen tersebut dan menuai keuntungan di kotak suara saat pemilihan umum. Partai Rakyat Denamar (Dansk Folkerpartis), yang beraliran kanan, memiliki 25 kursi di parlemen. Partai Demokrat Swedia, juga dari sayap kanan, memenangkan 5,7 persen suara dalam pemilu 2010. Di Finlandia, Partai True Finns membuat terobosan dramatis dalam pemilihan April lalu dengan catatan, satu dari lima suara yang ada masuk ke partai tersebut.

Selain di Skandinavia, Front Nasional Perancis memenangkan 15 persen suara di putaran pertama pemilihan lokal pada Maret 2010, meskipun itu bukan pemungutan suara tingkat nasional. Partai Presiden Nicolas Sarkozy hanya unggul dua persen. Di Belanda, Geert Wilders (politisi yang dikagumi Breivik dalam tulisan-tulisannya) telah berhasil membangkitkan kebencian terhadap Islam. Partai Kebebasan yang dibangun Wilders telah menjadi partai terbesar ketiga di negara kincir angin itu  dengan perolehan 24 kursi di parlemen Belanda. Tahun 2009, Partai Nasional Inggris meraih cukup banyak suara yang memungkinkan partai itu mengirim dua anggota ke Parlemen Eropa, sebuah hasil yang sangat mengejutkan.

Kebanyakan partai-partai itu dan kelompok-kelompok ekstrem kanan di Eropa menentang kebebasan bergerak di dalam Uni Eropa sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Schengen. Soal itu, juga merupakan persoalan partai politik mainstream. Pemerintah konservatif Perancis dan Italia, misalnya, telah memulai kampanye kontroversial untuk mendeportasi orang-orang Roma, atau gipsi, yaitu komunitas yang dituduh telah menaikkan tingkat kejahatan.

Mei lalu, Denmark secara sepihak kembali memperkenalkan kontrol perbatasan guna memerangi imigran ilegal dan kejahatan terorganisasi, sebuah langkah yang diperjuangkan oleh Partai Rakyat Denmark.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com