Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Bawang Khawatirkan Anomali Cuaca

Kompas.com - 20/07/2011, 22:23 WIB

BREBES, KOMPAS.com - Petani bawang merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, mengkhawatirkan cuaca yang tidak menentu sejak memasuki musim kemarau namun beberapa kali turun hujan karena mengakibatkan tanaman mereka rusak dan terancam gagal panen.

"Bulan lalu kami menanami lahan pertanian dengan tanaman padi, namun sejak musim kemarau kami beralih menanam bawang merah, namun musim tanam tahun ini cuaca tidak menentu, meskipun sudah musim kemarau tetapi beberapa kali turun hujan, sehingga tidak sedikit tanaman bawang kami layu dan membusuk akibat kena air hujan," kata seorang petani bawang di Desa Gandasuli, Kecamatan Brebes, Saefudin Juhri (35), di Brebes, Rabu (20/7/2011).

Ia mengatakan, bawang merah cocok ditanam pada musim kemarau. Jika kebanyakan air justru akan membuat tanaman layu dan membusuk, apalagi kalau kena air hujan mengakibatkan tanaman bawang merah rusak, dimakan hama, hingga akhirnya mati sebelum masa panen.

"Kalau sudah kena hujan lebih dari tiga kali dapat dipastikan petani akan mengalami gagal panen, padahal untuk menanam bawang butuh modal tidak sedikit," katanya.

Selain cuaca panas, kata dia, pada musim kemarau juga ada angin kumbang yang dapat menyuburkan daun bawang, sehingga buah bawang juga besar, bahkan tanaman dapat dipanen pada umur 70 hari, sedangkan bila daun sudah layu terpaksa dipanen pada umur kurang dari 50 hari sehingga petani rugi karena hasil panenan tidak maksimal.

Kekhawatiran serupa juga dirasakan petani bawang lainnya yang warga Wanasari, Brebes, Hantoro (29). Ia mengaku bingung dengan cuaca yang tidak menentu sejak satu bulan terakhir.

"Menurut ramalan badan meterologi sekitar awal Juni sudah masuk musim kemarau, maka saya mulai menanam bawang merah di lahan seluas seperempat hektare, namun sekarang saya khawatir mengalami gagal panen karena tanaman bawang sudah dua kali kena air hujan," katanya.

Ia mengatakan, tanaman bawang merah yang telah berusia 35 hari tersebut saat ini pucuk daunnya sudah mulai layu akibat kena air hujan, sehingga jika beberapa hari ke depan kembali kena air hujan dipastikan tanaman tersebut terancam mati.

"Padahal saya sudah kehabisan uang untuk membeli bibit Rp 40 juta, obat hama ulat Rp 2 juta, dan pupuk Rp 1.8 juta, jika hasil panen bagus bisa menghasilkan tiga ton bawang, tapi kalau rusak seperti sekarang hasilnya tidak lebih dari dua ton, bahkan harganya juga anjlok, tawaran paling tinggi Rp 10 juta per ton," katanya.

Prakirawan Stasiun Metereologi Tegal, Kaharudin, mengatakan, musim kemarau mulai sekitar pertengahan Mei 2011. Namun, katanya, meski kemarau tidak menutup kemungkinan terjadi hujan dengan curah hujan kecil yakni sekitar 1-5,8 milimeter per hari.

"Sejak masuk musim kemarau pada dekade kedua Mei lalu, beberapa petani bawang kerap telepon atau datang ke Kantor Metereologi Tegal untuk menanyakan perihal hujan yang turun pada musim kemarau, karena mereka khawatir dengan bawang merah yang biasa mereka tanam sejak awal musim kemarau," katanya.

Pada musim kemarau 2011, katanya, kemarau kering terjadi sekitar pertengahan Mei hingga November 2011. "Bukan berarti sepanjang musim kemarau tidak ada hujan, karena meski musim kemarau hujan akan tetap turun satu-dua kali sebulan," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com