Begitu anak mencapai usia sekolah, masalah terbesar yang biasa mengemuka akibat perceraian pada anak-anak dari setiap usia, yaitu shock
Anak menemukan diri mereka berada tepat di tengah ”sinetron” mereka sendiri serta sangat menyadari semua hal yang telah terjadi dan akan terus terjadi. Mereka juga memiliki berbagai pemikiran tentang semua peristiwa ini. Masalah menonjol untuk anak usia sekolah adalah bahwa mereka rentan terhadap hal yang muncul dari konflik kesetiaan kepada orangtua yang bercerai, akan membela dan ikut ayah atau ibu. Mereka memiliki kerapuhan ganda tentang kepedulian untuk mencintai dan dicintai oleh kedua orangtua karena mereka memiliki tanggung jawab baru atas semua yang berlangsung di sekitar mereka.
Karena itu, orangtua harus peka terhadap semua masalah dan konflik yang mungkin memengaruhi mereka. Begitu anak-anak mencapai usia ini, orangtua tidak bisa lagi dengan tenang berasumsi, ”Oh, mereka masih terlalu muda untuk memahami atau mengkhawatirkan tentang itu.” Justru orangtua harus menjaga agar tidak meminta pembelaan pada anak dengan menceritakan keburukan pihak orangtua lain untuk membenarkan perilaku masing-masing.
Bagi kebanyakan remaja, perceraian orangtua membuat mereka kaget sekaligus terganggu. Kehidupan mereka sendiri berkisar pada berbagai masalah khas remaja yang sangat nyata, seperti bagaimana menyesuaikan diri dengan teman sebaya, apa yang harus dilakukan dengan seks atau narkoba, ataupun isu-isu kecil tetapi sangat penting, seperti jerawat, baju yang akan dikenakan, atau guru yang tidak disenangi. Remaja sudah merasa cukup sulit mengendalikan kehidupan mereka sendiri sehingga pasti tidak ingin diganggu dengan kehidupan orangtua yang mengungkapkan perceraian. Mereka tidak memiliki ruang atau waktu lagi terhadap gangguan perceraian orangtua dalam kehidupan mereka.
Selain itu, remaja secara psikologis sudah berbeda dari sebelumnya. Meskipun masih bergantung pada orangtua, saat ini mereka memiliki suara batin kuat yang memberitahu mereka untuk menjadi mandiri dan mulai membuat kehidupan mereka sendiri. Tetap bergantung tidak sesuai lagi untuk rasa aman dan kesejahteraan diri mereka.
Remaja sesungguhnya tidak mandiri. Mereka hanya merasa bahwa mereka harus mandiri. Di sinilah letak masalah utama perceraian bagi remaja. Meskipun menjauh dari orangtua, mencari lebih banyak kemandirian dan kebebasan, remaja tetap ingin mengetahui bahwa orangtua masih ada jika mereka membutuhkan. Mereka membutuhkan dan memerlukan sebuah rumah yang dapat mereka andalkan meskipun faktanya pada saat tertentu mereka mungkin membenci rumah dan perlakuan orangtua di dalamnya, bahkan kadang kabur dari sana. Perceraian merongrong semuanya, mengganggu landasan rasa aman yang mereka butuhkan untuk menghadapi semua isu remaja. Kondisi ini menghasilkan kemandirian yang dipaksakan dan perkembangan nyata yang sungguh tak pernah remaja inginkan.