Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas dari sumber-sumber polisi di lingkungan reserse di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan, Rabu (6/7), mereka harus pandai-pandai mendapat dan mengatur ”pemasukan” untuk menutup biaya operasional yang minim tersebut.
Dari puluhan kasus yang masuk setiap bulan di kepolisian sektor metro, kenyataannya hanya dua sampai lima kasus yang terbiayai oleh negara dengan penerapan sistem subsidi silang.
Besarnya beban para reserse di lapangan ini sering kali membuat para kepala polsek mendapat perlawanan tersembunyi dari para reserse bawahannya.
Bentuk perlawanan tersebut antara lain tidak melaksanakan atau menghindari perintah dengan berbagai alasan, lamban bekerja di lapangan, terutama mengungkap para tersangka yang tidak berpotensi meresahkan publik, seperti penjahat jalanan.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Baharudin Djafar juga mengakui bahwa adanya keterbatasan anggaran tersebut, seperti untuk tugas-tugas patroli dan penyidikan perkara.
Meski demikian, menurut Baharudin, walaupun anggaran yang diberikan negara terbatas, Polda Metro Jaya memastikan anggotanya dapat menjalankan tugas tanggung jawabnya dengan baik.
”Setiap kegiatan atau operasi kepolisian ada dana pendukungnya. Soal terbatas, ya, karena kemampuan negara saat ini juga masih terbatas,” kata Baharudin, kemarin.
Menurut Baharudin, anggaran untuk sebuah mobil patroli adalah 10 liter premium dan 2 liter premium untuk motor. Sementara uang saku anggota patroli
Dengan dana sebesar itu, patroli yang idealnya delapan kali sehari hanya bisa dilakukan enam atau empat kali sehari.
Sementara itu, dana untuk penyidikan tindak pidana dialokasikan Rp 2 juta untuk perkara tingkat kesulitan rendah, sebesar Rp 5 juta untuk perkara tingkat kesulitan sedang, dan Rp 9 juta untuk perkara yang tingkat kesulitannya tinggi.
Kepala Subdit Personalia Direktorat Shabara Ajun Komisaris Besar Nana Suherman mengatakan, dana bensin 5 liter tersebut disiapkan untuk patroli
Dana operasional untuk penyidikan pun, menurut Kepala Subdit Pengolahan Data dan
”Tahun ini polsek itu hanya kebagian dana untuk menyidik dua kasus per bulan. Mau itu kasus ringan, sedang, atau berat. Pokoknya, dana yang tersedia hanya untuk dua kasus per bulan. Padahal, kalau tahanannya ada sepuluh orang, berarti ada sepuluh kasus. Apa karena cuma ada anggaran untuk dua kasus saja, delapan tersangka lainnya disuruh pulang? Kan, tidak mungkin. Polisi harus tetap menanganinya. Dana itu pun baru turun kalau berkas perkaranya sudah dinyatakan P21 oleh kejaksaan,” tutur Jossie.
Kriminolog Kisnu Widagso mengharapkan, masalah minimnya anggaran dana operasional para reserse di lapangan yang sudah menjadi rahasia umum di lingkungan polisi ini bisa segera diatasi untuk semakin menekan angka kejahatan di Ibu Kota.
Menurut dia, seharusnya soal pembiayaan dana operasional penumpasan kejahatan, pemerintah pusat mencontoh negara maju. ”Reserse datang ke kas negara, berutang, menerima uang tunai. Setelah kasus tuntas, reserse bersangkutan menyampaikan laporan keuangan yang sudah disetujui atasannya ke kas negara,” ujarnya.
Menurut Kisnu, pembiayaan pengungkapan kasus kejahatan di Polri saat ini masih menganut sistem penganggaran. ”Kalau anggaran tidak seluruhnya terserap, pada tahun anggaran baru, dana yang dianggarkan mengecil. Ini keliru,” katanya.
Seharusnya penetapan anggaran ditetapkan berdasarkan survei kasus-kasus kejahatan dan potensi pembiayaannya pada tahun sebelumnya. Setelah itu, anggaran ditetapkan 20 persen lebih tinggi. Angka 20 persen yang lebih tinggi itu disebut anggaran penyangga.
”Jadi, kalau tiba-tiba terjadi kasus kejahatan besar yang menyerap dana besar, masih ada anggaran yang diambil dari anggaran penyangga tersebut,” ujar Kisnu.
Sistem kas bon langsung dalam pembiayaan penanganan kasus, seperti diterapkan di negara maju, juga membuat para reserse di lapangan tidak harus direpotkan urusan birokrasi.
”Kejahatan itu tidak terduga, tidak bisa diprediksi, baik kuantitas maupun kualitasnya. Jadi, yang paling tepat, ya, sistem kas bon tadi,” ujar Kisnu.
Kapolsek Metro Pulo Gadung, Jakarta Timur, Komisaris Ary Purwanto menyatakan, perbandingan jumlah polisi dan jumlah penduduk di Polsek Metro Pulo Gadung masih 1:2.000.
”Tekanan pekerjaan di lingkungan polsek kami memang tinggi. Satu-satunya cara mengurangi beban adalah membangun polisi masyarakat,” kata Ary.
Di tengah keterbatasan dana operasional tersebut, jajaran kepolisian di wilayah Polda Metro Jaya terus meningkatkan upayanya untuk menekan intensitas kejahatan.
Kepolisian Resor Bogor Kota, misalnya, akan menggelar Operasi Subuh untuk menekan potensi peningkatan intensitas kejahatan menjelang bulan puasa.
Operasi itu akan difokuskan di sejumlah titik rawan, seperti perumahan, stasiun, dan terminal, dengan melibatkan ratusan personel.
”Operasi Subuh itu juga untuk menekan peredaran minuman keras, preman, maupun peredaran petasan. Operasi itu akan dimulai sebelum bulan puasa tiba hingga menjelang Lebaran,” kata Kepala Bagian Operasi Polres Bogor Kota Komisaris Irwansyah.
Pihaknya juga akan memantau rumah-rumah kosong yang ditinggalkan pemiliknya karena rentan disatroni maling.(RTS/WIN/GAL)