Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan SRI Sultan Hamengkubuwono IX

Kompas.com - 18/06/2011, 13:45 WIB

Judul Buku     : Hamangkubuwono IX

Penulis            : K. Tino

Penerbit         : Navila Idea

Cetakan          : I, 2011

Tebal              : 198 Halaman

Peresensi       : Romel Masykuri*

Peranan Hamangkubuwono IX dalam Serangan Umum 1 Maret sudah banyak diketahui. Pun, perlawanannya terhadap Suharto ketika menjadi Wakil Presiden sudah banyak diuraikan. Namun peranan Hamangkobuwono IX sebagai agen CIA masih misteri, dan seringkali menjadi desas-desus semata. Konon ada tiga tokoh yang disebut-sebut sebagai agen CIA untuk menghancurkan PKI. Mereka adalah Suharto, Adam Malik dan Hamangkubuwono IX. Baik Suharto dan Adam Malik sudah banyak dikupas oleh para ahli sejarah. Akan tetapi, buku yang mengupas keterlibatan Hamangkubuwono IX masih belum ada.

Buku ini mencoba menelusuri semua misteri dan desah-desus itu, mulai dari pengumpulan data-data yang membuktikan tidaknya Hamangkubuwono IX sebagai agen resmi CIA. Kita akan terperangah dengan penemuan-penemuan yang ada di dalamnya. Satu titik sejarah negeri ini akan terurai dengan gamplang.

Pada bagian pertama buku ini menceritkan tentang masa muda Hamangkubuwono IX dan posisi penting yang di lakukan oleh Hamangkubuwono di masa awal kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). SRI Sultan Hamangkubuwono IX lahir di Sompilan Ngasem, Yogyakarta, 12 April 1912 dan meninggal di Washington, DC, Amerika Serikat, 2 Oktober 1988 pada umur 76 tahun. Ia adalah seorang raja yang pernah memimpin di Kasultanan Yogyakarta dan Gubernur DIY. Tahun 1973-1978 ia pernah menjadi Wakil Presiden Indonesia, lebih dari itu ia juga dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia, dan pernah menjabat sebagai Ketua kwartir Nasional Gerakan Pramuka.

Masa awal kemerdekaan Indonesia ia merupakan tokoh yang cukup berperan dalam fase Indonesia berkembang dan upaya menghapus puing-pung kolonialisme. Salah satu bukti sejarah yang tidak bisa di lupakan adalah masa di mana awal kemerdekaan Indonesia ditandai dengan suasana mencekam yang disebabkan keganasan NICA (Belanda). Pada bulan Oktober, November dan Desember 1945, Jakarta menjadi ajang kekerasan dan teror sehingga menyebabkan penduduk menutup pintu sejak senja hari. Tentara NICA melakukan provokasi dan memancing insiden dimana-dimana sehingga ribuan warga tak berosa menjadi korban.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com