Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sumbar, Pariwisata, dan Sepeda

Kompas.com - 16/06/2011, 19:39 WIB

PADANG, KOMPAS.com — Sebuah catatan kecil dari penyelenggaraan Tour de Singkarak (TdS) 2011 perlu menggarisbawahi peran masyarakat Sumatera Barat (Sumbar). Mereka layak mendapatkan penghargaan tersendiri. Antusias mereka untuk menonton ajang balap sepeda internasional TdS 2011 begitu tinggi. Jalan tak pernah sepi dari keramaian penduduk yang ingin melihat para atlet lewat walau hanya sekilas.

"Penonton di sini luar biasa. Mereka begitu baik dan antusias," kata Amir Zaghari dari Azad University Team, Iran. Hampir semua atlet asing yang ikut serta berkomentar hal yang sama.

Sementara itu Sonoko, jurnalis asal Jepang yang biasa meliput ajang balap sepeda, mengatakan, penonton di TdS begitu ramai. "Di Jepang saja sepi yang menonton. Di sana balap sepeda tidak terkenal. Tapi katanya di Indonesia juga yang terkenal sepak bola, tapi tetap ramai," katanya.

Hal senada juga diungkapkan beberapa pebalap asing lain. Sebagian besar berkomentar penontonnya begitu ramai dan hal tersebut mampu membangkitkan semangat mereka. Apalagi sorakan dan tabuhan gendang serta alat musik tradisional khas Minang.

Anak-anak kecil berseragam sekolah menyambut para atlet dengan lambaian bendera putih dan teriakan. Sekolah sampai diliburkan demi menyambut pebalap. Penduduk menghentikan sesaat pekerjaan mereka hanya untuk menyaksikan atlet yang lewat.

Mustifah salah satunya, warga Sawahlunto. Ia berjalan cukup jauh demi menyaksikan atlet lewat. Bahkan, ia rela menunggu berjam-jam hanya untuk melihat selintas para pebalap berpacu dengan sepeda.

"Anak saya sampai ke Lembah Harau untuk bisa berfoto dengan yang orang Iran yang juara itu," katanya.

Hal itu berarti anaknya melakukan perjalanan lintas kabupaten demi menonton TdS. Ia mengakui masyarakat Sumbar, terutama kota-kota kecil, haus akan tontonan. Di titik start maupun finis, lokasi begitu padat dengan warga.

"Crowd di sini sangat bagus. Walaupun pebalap fokus pada saat bertanding, mereka pasti mendengar teriakan-teriakan dari penonton dan melihat banyaknya orang yang menonton mereka. Ini membantu menaikkan semangat mereka," kata Jean Jacques dari ‎Amaury Sport Organisation (ASO) kepada Kompas.com.

ASO sengaja diundang oleh pihak Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata untuk menilai TdS agar pihak TdS dapat melakukan perbaikan-perbaikan sesuai standar internasional. Hal ini dilakukan agar kelas TdS bisa naik sebagai ajang balap internasional. ASO juga merupakan penyelenggara dari Tour de France.

Jean menuturkan banyak dan antusiasnya masyarakat untuk menonton TdS merupakan nilai plus untuk penyelenggaraan TdS. Ia mengatakan ukuran kesuksesan ajang balap sepeda adalah banyaknya penonton yang berada di garis finis. "Dalam pertandingan skala besar seperti ini, pada saat garis finish line harus ada penonton yang ramai," katanya.

Ia pun berkata saat finis di Lembah Harau tidak terlalu banyak penonton dibanding tempat lain. Namun, secara umum setiap kabupaten dan kota yang menjadi tuan rumah maupun yang dilewati sukses dan siap untuk pelaksanaan TdS tahun depan.

Sementara itu, Dirjen Pemasaran Pariwisata Kembudpar, Sapta Nirwandar, menuturkan banyaknya anak yang menonton TdS memungkinkan munculnya bibit-bibit baru pebalap sepeda Indonesia asal Sumbar di masa depan.

Tak hanya menonton di tepi jalan, titik start dan finis pun padat oleh warga. Para atlet pun bagai selebriti dadakan. "Saya seperti rock star saja. Banyak yang minta foto dan tanda tangan," kata Lez dari CCN Colossi, Belanda.

Begitu pula dialami Chan Jae Jang yang berkewarganegaraan Korea Selatan dan berasal dari Terengganu Pro-Asia Cycling Team, Malaysia. Ia tak pernah sepi dari permintaan foto bareng dari masyarakat. Lucunya, setiap ada orang yang meminta berfoto dengannya, teman Jang akan mengabadikan momen tersebut pula.

"Foto-foto itu mau saya tunjukkan ke keluarga saya di Korea," katanya.

Sementara itu Kees Roks, Team Manager Global Cycling Team Holland dari Belanda, mengatakan ia dan tim sangat kaget dengan sambutan luar biasa dari masyarakat.

Ada momen lucu saat di Sawahlunto, tim Kees dikerubuti oleh anak-anak yang sibuk minta tanda tangan. "Kami sampai kewalahan. Tapi rasanya senang sekali," katanya sambil tertawa.

TdS yang berlangsung 6-12 Juni 2011 melombakan 7 etape dengan jarak total 739,3 km. Rute yang dilewati penuh dengan obyek wisata khas masing-masing daerah. Selain itu, budaya dan kuliner Sumatera Barat juga diperkenalkan kepada peserta TdS.

Kabupaten dan kota yang terlibat, antara lain, Pemkot Padang, Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kota Bukittinggi, Kota Sawahlunto, Kabupaten Solok, Kota Solok, Kota Payakumbuh, Kota Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar, dan Kabupaten Limapuluh Kota.

Ajang ini sudah menjadi agenda resmi tahunan Organisasi Balap Sepeda Dunia (Union Cycliste Internationale) bekerja sama dengan Pengurus Besar Ikatan Sport Sepeda Indonesia (PB ISSI) serta pemerintah daerah tiap kabupaten dan kota.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com