Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terumbu Karang Mulai Rusak

Kompas.com - 09/06/2011, 03:41 WIB

Manokwari, Kompas - Sekitar 40 persen terumbu karang di pesisir Kabupaten Manokwari, Papua Barat, mulai rusak. Kondisi terparah terjadi di dekat pusat kota Manokwari, seperti di Teluk Doreri.

Berdasarkan pantauan Komunitas Pesisir dari gabungan mahasiswa Universitas Negeri Papua, banyak terumbu karang di sekitar pulau-pulau di Teluk Doreri yang rusak. Di tiga pulau yang berjarak kurang dari 5 kilometer dari pusat kota Kabupaten Manokwari, yakni Pulau Mansinam, Pulau Lemon dan Pulau Raimuti, kerusakan bentangan terumbu karang lebih dari 50 persen.

Di Pulau Lemon, kerusakan mencapai 45 persen, sedangkan di Pulau Mansinam hampir 70 persen. ”Pada tahun 2006, dari hasil pantauan, kerusakan hanya 5 persen, tetapi pada tahun 2008 sudah 30 persen yang rusak. Tahun ini diperkirakan sekitar 60-70 persen rusak,” ujar Kadarusman Karim, anggota Komunitas Pesisir, di Manokwari, Rabu (8/6).

Penyebab utama kerusakan terumbu karang di perairan Manokwari adalah penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan. Ledakan menghancurkan terumbu karang dan mengakibatkan populasi ikan di satu titik berkurang. Setelah hasil tangkap ikan di satu lokasi menyusut, nelayan berpindah lokasi pencarian ikan dengan cara serupa sehingga kerusakannya semakin meluas.

Pola instan

Kebiasaan penangkapan ikan dengan peledak belum bisa diatasi karena nelayan di pesisir Manokwari ingin memperoleh ikan banyak dalam waktu singkat. Bantuan perahu dan mesin kapal motor dari Pemerintah Kabupaten Manokwari tidak berfungsi maksimal karena nelayan berharap juga ada bantuan berupa bahan bakar untuk melaut. ”Jika dibiarkan, dalam waktu lima tahun terumbu karang di Teluk Doreri akan hilang,” ujar Karim.

Penyebab lain adalah tingginya jumlah sampah di perairan Manokwari. Sampah plastik yang tenggelam menyelimuti terumbu karang sehingga menutupi sinar matahari. Akibatnya, terumbu karang stres lalu mati. ”Semua sampah yang mengapung di laut itu berasal dari kota,” ujar Rumsayor (40), penduduk Pulau Mansinam.

Menurut Kartika Sumolang, Koordinator Survei dan Pengawasan Proyek WWF-Taman Nasional Cendrawasih, penyebaran sampah di perairan Manokwari semakin banyak dan kian mengancam terumbu karang. Masyarakat Manokwari masih suka membuang sampah ke sungai yang bermuara di laut.

Rendahnya kesadaran pengelolaan sampah kian mempercepat perusakan terumbu karang. Padahal, rusaknya terumbu karang berdampak panjang. Pertama, populasi ikan menyusut karena habitat hidupnya rusak. Akibatnya, nelayan semakin sulit dan jauh mencari ikan. Dampak susulannya, pendapatan nelayan otomatis berkurang. Kedua, abrasi di pesisir lebih cepat terjadi karena tidak ada media yang menahan arus laut.

Pemulihan terumbu karang tidak mudah karena perlu waktu lama. Pertumbuhan terumbu karang, lanjut Kartika, paling cepat adalah 3 sentimeter per tahun. Lokasi terumbu karang yang dipulihkan harus bebas dari kegiatan penangkapan ikan sementara waktu dan perlu dibuat terumbu karang buatan. Selain itu, kualitas lingkungan pantai juga harus diperbaiki dengan membebaskannya dari sampah. (tht)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com