Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revitalisasi Pabrik Gula Mulai Berjalan

Kompas.com - 08/06/2011, 03:20 WIB

Cirebon, Kompas - Revitalisasi pabrik gula, baik dengan mengganti komponen yang rusak maupun perbaikan pabrik, mulai berjalan. Akan tetapi, revitalisasi itu tidak akan berjalan tanpa dukungan perbaikan budidaya, baik oleh petani maupun perusahaan perkebunan.

Menurut Pelaksana Tugas Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) II Ariadi Kasoeseno di Cirebon, Jawa Barat, revitalisasi industri gula di RNI II diprioritaskan di tiga pabrik gula (PG) dari lima PG yang ada, masing-masing di PG Sindang Laut, PG Karang Suwung, dan PG Persana Baru.

Pertimbangannya, di tiga PG itu lahan tebu paling banyak milik petani. Dengan melakukan revitalisasi lebih awal, produksi gula petani diharapkan bisa terangkat. Sementara itu, di dua PG lain, yakni PG Jatitujuh dan PG Subang, relatif masih lebih baru mesin produksinya.

Terkait revitalisasi, RNI II telah mengucurkan dana sekitar Rp 100 miliar, di antaranya untuk pembelian boiler baru di PG Sindang Laut seharga Rp 40 miliar dan evaporator serta penggantian turbin.

Total dana revitalisasi yang dibutuhkan di RNI II sampai kinerja PG berjalan optimal mencapai Rp 300 miliar sehingga masih perlu tambahan Rp 200 miliar sampai bisa beroperasi optimal pada 2013, dengan target produksi gula 150.000 ton pada tahun 2013 dan kadar rendemen gula yang dihasilkan minimal 8 persen.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia PG Sindang Laut Agus Sapari mengatakan, agar program revitalisasi berjalan optimal dan target produksi tercapai, selain perbaikan mesin produksi juga harus ada perbaikan tingkat budidaya.

Agus mengungkapkan, meskipun mesin produksi telah diperbaiki, rendemen gula di PG Sindang Laut dan PG lain milik RNI II masih rendah. Pada giling awal, kadar rendemen hanya 6,2 persen, di bawah tahun lalu yang mencapai 6,4 persen. Apalagi jika dibandingkan tahun 2006 yang rendemennya di atas 7 persen, masih jauh. Tantangan produksi gula sekarang juga ada di tingkat on farm. Bagaimanapun ada pengaturan pola musim tanam dan penataan varietas yang sesuai dengan kebutuhan dari industri untuk mengejar tingkat rendemen lebih tinggi.

Berbeda dengan saat ini, belum ada penataan varietas yang baik dan petani lebih mencari jenis varietas yang mudah untuk dibudidayakan. Akibatnya, marak ditanam tebu dengan varietas masak akhir. Akibatnya, pada masa giling awal rendemen hanya tercapai 6,2 persen, jauh dari kondisi normal.

Agus mengatakan, program revitalisasi gula harus dibarengi dengan perbaikan budidaya. Tanpa itu sulit mengangkat produksi. Mesin produksi yang tua memang berdampak pada kehilangan hasil, tetapi rendemen yang rendah sudah terbentuk di tingkat budidaya.

Sementara itu, gula rafinasi yang merembes ke pasar bukan hanya dari pabrik gula rafinasi, tetapi juga hasil penyelundupan di sejumlah tempat. Pemerintah diminta bertindak tegas dan cepat untuk menindak para pelaku, yang menyebabkan harga gula terus turun.

”Gula rafinasi selundupan sebagian besar berasal dari Malaysia. Gula tersebut masuk ke Indonesia melalui daerah perbatasan. Jumlahnya diperkirakan sangat banyak karena di Malaysia jumlah pabrik gula rafinasi cukup banyak,” kata Ketua Asosiasi Gula Indonesia Farukh Bakrie di Jakarta.

Kepala Biro Umum dan Humas Kementerian Pertanian Sigit Wahyudi mengatakan, izin impor gula mentah untuk industri rafinasi diberikan berdasarkan audit kapasitas pabrik, bukan pada kebutuhan. Akibatnya, gula rafinasi selalu merembes ke pasar. Ke depan izin impor gula mentah seharusnya dikeluarkan serentak pada awal tahun sesuai dengan kebutuhan.

(OSA/MAS/ WHO/EGI/NIK/ RIZ/ETA/ENY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com