Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakuan, Kota Tua yang Hilang

Kompas.com - 06/06/2011, 04:28 WIB

Kota Pakuan, menurut historiografi Sunda, dijadikan pusat Kerajaan Sunda oleh Maharaja Tarusbawa (669-723). Kerajaan ini mencapai kejayaannya pada masa Sri Baduga Maharaja Berkuasa (1482-1521). Dalam tradisi Cirebon, Sri Baduga identik dengan Prabu Siliwangi. Masa mudanya bernama Jayadewata. Ia adalah cucu Prabu Wastukancana (1371-1475) yang bertakhta di Galuh, daerah yang kini termasuk Kabupaten Ciamis. Wilayah kekuasaannya sangat luas, meliputi hampir separuh Pulau Jawa. Sebelum meninggal, Wastukancana membagi wilayahnya kepada kedua putranya yang masing-masing dibatasi Sungai Citarum.

Kerajaan Sunda yang terletak di barat diserahkan kepada Susuktunggal (1382-1482). Kerajaan Galuh yang berada di timur Sungai Citarum diserahkan kepada Dewaniskala (1475-1482). Ia memilih pusat pemerintahannya di Kawali, daerah yang terletak sekitar 15 kilometer arah utara Kota Ciamis sekarang.

Kedua bersaudara yang berasal dari lain ibu itu hampir saja terlibat konflik karena Dewaniskala melanggar pantangan berat. Perselisihan itu berhasil diakhiri setelah keduanya sepakat turun takhta. Takhta Galuh diserahkan kepada Jayadewata dengan gelar Prabu Dewataprana. Karena menikah dengan Kentring Manik Mayang Sunda, putri Susuktunggal, untuk kedua kalinya dia dinobatkan menjadi Raja Sunda dengan gelar Sri Baduga Maharajadiraja. Praktis sejak itu kedua kerajaan yang sebelumnya terpisah berhasil dipersatukan kembali.

Sebagaimana mertuanya, Sri Baduga memilih Pakuan sebagai pusat pemerintahannya. Dalam Babad Pajajaran disebutkan, wilayah Pakuan terbagi dua, yakni dalem kitha (kota dalam) dan jawi khita (kota luar). Secara keseluruhan, lokasi keratonnya tidak dilindungi oleh tembok benteng buatan sebagaimana Keraton Mataram dan keraton lain pada umumnya. Meski demikian, benteng Pakuan tidak kalah tangguh. Kota ini diapit oleh dua sungai besar, Ciliwung dan Cisadane, yang di bagian tengahnya mengalir Sungai Cipakancilan.

Bekas benteng

Selain sungai-sungai yang mengapitnya, Pakuan dikelilingi benteng yang memanfaatkan keadaan lingkungan alam sekelilingnya berupa tebing-tebing curam yang terdapat di tiga sisinya. Kecuali salah satu sisi di bagian tenggara yang merupakan lahan datar. Benteng-benteng di Kampung Lawang Gintung dan Bantar Peuteuy, menurut Saleh Danasmita, terletak pada tebing Kampung Cincau yang menurun terjal ke arah ujung lembah Cipakancilan.

Benteng itu bersambungan dengan tebing gang beton yang terletak di sebelah Bioskop Rangga Gading. Setelah menyilang Jalan Suryakancana, lalu membelok ke arah tenggara sehingga letaknya sejajar. Ia menambahkan, deretan pertokoan antara Jalan Suryakancana dan Jalan Roda sampai ke Gardu Tinggi, sebenarnya didirikan di atas lahan bekas benteng.

Benteng itu selanjutnya mengikuti puncak lembah Ciliwung. Danasasmita menambahkan, hal yang sama juga terdapat pada deretan kios dekat simpang Jalan Siliwangi dengan Jalan Batutulis. Di bagian ini, benteng itu bertemu dengan benteng kota dalam yang membentang sampai ke Jero Kuta Wetan dan Dereded. Benteng luar berlanjut sepanjang puncak lereng Ciliwung, kemudian melewati kompleks perkantoran PAM, lalu menyilang Jalan Raya Pajajaran. Pada perbatasan kota, benteng itu membelok lurus ke arah barat daya, menembus Jalan Siliwangi dan terus memanjang sampai di Kampung Lawang Gintung.

Di tempat yang terakhir ini, benteng tersebut bersambungan dengan puncak tebing Cipaku yang curam sampai lokasi yang kini dijadikan Stasiun Kereta Api Batutulis. Dari tempat ini, batas Pakuan membentang sepanjang jalur rel KA yang menghubungkan Stasiun Bogor dengan Stasiun Sukabumi, melewati Jembatan Bondongan sampai tebing Cipakancilan. Tebing sungai itu memisahkan ujung benteng pada tebing Kampung Cincau.

Akan tetapi, benteng yang kokoh bukanlah jaminan sebuah negara bisa tetap dipertahankan. Sejarah Kerajaan Sunda Pajajaran mewariskan pelajaran berharga bagi para pengelola negara yang sedang berkuasa. Kerajaan ini mengalami kemunduran sepeninggal Sri Baduga, bukan hanya karena munculnya kekuatan baru dari Cirebon yang dibantu Demak dan Banten yang bercorak Islam. Kerajaan Cirebon dan Banten sebenarnya masih memiliki hubungan darah dengan Kerajaan Sunda Pajajaran.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com