Pangkal Pinang, Kompas
Koordinator Forum Nelayan Pinggiran Bersatu Pangkal Pinang Ryanto mengatakan, 600 keluarga nelayan itu berasal dari empat kelurahan di sekitar Pasir Padi. Mereka berasal dari Kelurahan Ampui, Ketapang, Air Itam, dan Sinar Bulan.
”Kami mendapat kabar ada dua kapal isap akan beroperasi di perairan Pasir Padi mulai Juli 2011,” ujarnya.
Nelayan khawatir ekosistem laut di sekitar Pasir Padi rusak setelah kapal isap pasir timah beroperasi. Akibatnya, penghasilan nelayan terganggu. ”Kami minta pemerintah memikirkan dampaknya. Jangan sampai kerusakan di pesisir Bangka akibat kapal isap merambat sampai ke Pasir Padi,” ujarnya.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah Kepulauan Bangka Belitung Amrullah Harun memastikan, kapal isap sudah mendapat izin operasi. Pengoperasian kapal tersebut bagian dari rencana proyek water front city.
”Sebenarnya bukan penambangan. Pengoperasian kapal itu untuk mengambil material dasar laut untuk membentuk daratan baru atau reklamasi di sekitar Pasir Padi, ” ujarnya.
Namun, dia tidak bersedia menjelaskan apakah pengoperasian kapal itu juga untuk penambangan timah atau tidak. Di pesisir Air Mesu yang terdekat dengan Pasir Padi banyak terlihat aktivitas tambang ilegal apung. Keberadaan tambang ilegal apung mengindikasikan kandungan timah di suatu wilayah perairan.
Sementara itu, perwakilan warga Desa Rambat, Bangka Barat, kemarin mengadukan pengoperasian kapal isap di desa mereka ke Komnas HAM. Perwakilan warga, Roaidi, menemui Wakil Ketua Komnas HAM Nurkholis di Pangkal Pinang.
Nurkholis mengatakan, pihaknya berjanji mencermati soal pertambangan di Bangka Belitung tersebut. Kunjungannya ke Bangka Belitung khusus untuk menginvestigasi soal itu.