Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Budidaya di Danau Singkarak Ditentang

Kompas.com - 19/05/2011, 20:02 WIB

PADANG, KOMPAS.com — Budidaya ikan nila secara besar-besaran di Danau Singkarak yang berada di wilayah Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, akan segera dilakukan.

Namun, kalangan ahli perikanan menentang rencana itu karena dianggap akan terjadi pencemaran yang menyebabkan kematian ribuan ton ikan nila dan mas, seperti kerap berulang di Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumbar.   

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat Yosmeri, Kamis (19/5/2011), mengatakan, budidaya ikan nila di Danau Singkarak akan dimulai dua bulan mendatang. Untuk tahap awal, 50 nelayan akan dilibatkan guna membudidayakan ikan nila dalam 26 keramba jaring apung.

Setiap keramba akan berisikan 6.000 ekor bibit ikan. Sistem keramba jaring apung yang dipergunakan ialah dua lapis keramba.

Dua lapis keramba berguna untuk mengatasi hama gamih, yang kerap menyerang ikan-ikan budidaya dengan pergerakan lambat. Gamih adalah sejenis pemangsa dari ordo Isopoda kelas Crustacean yang menyerang ikan dengan cara menyusup dalam insang dan mengisap darah ikan di bagian insang.

Pada sistem dua lapis keramba, diharapkan gamih tidak akan bisa menembus lapisan keramba yang dirancang dengan permukaan lebih rapat.

Yosmeri menambahkan, budidaya ikan nila dalam dua lapis keramba itu dilakukan sebagai alternatif mata pencarian bagi penduduk sekitar yang selama ini menangkap ikan bilih di Danau Singkarak.   

"Budidaya ikan nila dalam rangka menjaga kelestarian ikan bilih dan mengurangi ketergantungan nelayan yang menangkap ikan bilih," ujar Yosmeri.

Ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) merupakan ikan endemis Danau Singkarak yang relatif tahan serangan gamih dan menjadi andalan warga selama ini.

Namun, pakar perikanan Universitas Bung Hatta, Padang, Prof Hafrijal Syandri, pada hari yang sama menentang rencana budidaya ikan nila di Danau Singkarak itu. "Kemungkinan akan terjadi ledakan populasi fitoplankton hingga kurangnya oksigen di permukaan," ujarnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com