Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bupati Ende Tarik Dua "Renperda Siluman"

Kompas.com - 19/05/2011, 19:03 WIB

ENDE, KOMPAS.com - Dua rancangan peraturan daerah (ranperda) yang ditarik oleh Bupati Ende Don Bosco M Wangge karena dianggap sebagai ranperda siluman menuai reaksi sejumlah fraksi di DPRD Ende, Nusa Tenggara Timur. Mereka mempertanyakan alasan penarikan tersebut dalam rapat paripurna dengan agenda padangan umum fraksi-fraksi terhadap penyampaian delapan ranperda oleh Bupati Ende, Rabu (18/5/2011) malam.

Tiga dari tujuh fraksi mempertanyakan hal tersebut, yakni Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-KB), Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDI-P). Mereka mempertanyakan, mengapa dari agenda waktu dan acara sidang yang sudah ditetapkan oleh Badan Musyawarah DPRD Ende, yaitu terkait pembahasan sepuluh ranperda, tiba-tiba Bupati Ende menarik dua ranperda. Dua dari sepuluh ranperda yang ditarik adalah Ranperda tentang Radio Siaran Pemerintah Daerah (RSPD) dan Ranperda tentang Biaya Transportasi Jemaah Haji.

"Ini menunjukkan pemerintah daerah tidak konsisten," kata anggota F-KB DPRD Ende Abdul Kadir Hasan Mosa Basa.

Secara khusus Kadir menyoroti penarikan ranperda tentang RSPD, yang menurut dia, menunjukkan pemerintah daerah tidak cermat, dan telah menghilangkan hak-hak publik guna memperoleh informasi yang cepat dan tepat tentang penyelenggaraan pemerintahan di Ende.

Sementara itu, Sekretaris FPDI-P DPRD Ende, Eugenia Gorety Lay Lado menyatakan, sehubungan dengan penarikan dua ranperda itu tak cukup pemerintah daerah hanya menyampaikan secara lisan, melainkan perlu menyampaikan penjelasan resmi secara tertulis ke DPRD.

Menurut Bupati Ende Don Bosco M Wangge, alasan penarikan kedua ranperda itu karena sejak pembahasan awal, dankoor dinasi dengan Bagian Hukum Pemkab Ende hanya disiapkan delapan ranperda. Namun ternyata yang diajukan ke DPRD sepuluh ranperda. "Jadi ada dua ranperda siluman. Saya juga terkejut, dan tidak mengetahui kapan draf itu dibuat. Sehingga saya putuskan dua ranperda ini ditarik dulu," jelas Don Bosco.

Don Bosco memandang perda biaya transportasi jemaah haji tidak perlu. Alokasi bantuan dana dari pemerintah daerah untuk kegiatan itu cukup dianggarkan dalam APBD.   

 

Diskriminatif

Mantan Ketua Komisi A DPRD Ende, Agil Parera Ambuwaru (periode 2004-2009) berpendapat, apabila perda biaya transportasi jemaah haji ditetapkan justru bernuansa diskriminatif. Alasannya, jumlah calon jemaah haji di Ende tak terlalu besar.

"Kalau dibandingkan dengan umat Islam di Ende yang miskin, jumlahnya jauh lebih banyak yang miskin. Jadi kalau perda ini ditetapkan, berarti malah diskriminatif, jemaah yang mampu atau berkelebihan malah dibantu pemerintah untuk naik haji, sedangkan yang miskin diabaikan. Dan perlu diketahui pula, ibadah haji kan bagi orang yang sanggup dan mampu," tutur Agil.

Secara terpisah, anggota Fraksi Pemuda Kebangsaan Berdaulat DPRD Heri Gani mengemukakan, dalam pembuatan perda perlu dipertimbangkan faktor penting, yaitu sejauh mana urgensinya untuk penyelenggaraan pemerinta han dan pelayanan publik, juga pentingnya pijakan dasar yang melatarbelakangi sebuah perda. "Dua ranperda yang ditarik oleh pemer intah daerah itu memang perlu dikaji secara mendalam substansinya," ujar Heri.

Menurut Heri, jika mengacu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemer intah Kabupaten/ Kota, agama merupakan salah satu urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah.

"Soal jemaah haji merupakan urusan agama, dan masuk dalam domain pemerintah pusat, sehingga ranperda soal biaya transportasi jemaah haji itu perlu didalami dulu. Karena itu perlu ada pendelegasian wewenang dari pusat ke daerah," kata Heri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com