Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sarana di Miangas Terbatas

Kompas.com - 10/05/2011, 04:21 WIB

Miangas, Kompas - Pemerintah berniat mengubah citra pulau-pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara lain menjadi beranda Indonesia (terdepan). Namun, sarana penunjang kegiatan masyarakat di pulau-pulau terluar masih terbatas.

Salah satunya adalah sarana penunjang kegiatan masyarakat di Pulau Miangas, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Berbagai sarana di pulau yang berbatasan dengan Filipina itu masih belum memadai. Sarana transportasi antarpulau, misalnya, hanya dilayani kapal perintis yang datang dua minggu sekali.

Untuk fasilitas kesehatan, Miangas memang sudah memiliki pusat kesehatan masyarakat, tetapi pasokan obat terbatas. ”Dokter ada, tetapi obat-obatan terbatas,” kata Gabino, warga Miangas, saat bertemu Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di Miangas, Minggu (8/5).

Gudang penyimpanan bahan pangan yang berada di dekat pelabuhan juga telah lama kosong. Janji pemerintah untuk memasok bahan pangan, khususnya beras, belum dipenuhi.

Tangki bahan bakar yang sudah ada sejak lama juga sering kali kosong. Akibatnya, harga bahan bakar minyak di Miangas dijual jauh di atas harga pasar. Biasanya warga membeli premium atau bensin seharga Rp 8.000 per botol ukuran 600 mililiter atau Rp 12.000 per liter. Namun, saat kondisi langka harga bensin melonjak hingga Rp 15.000.

Mendagri menegaskan, pemerintah memang akan mewujudkan Miangas menjadi beranda terdepan. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Gamawan, banyak hal yang akan dibenahi, terutama yang menyangkut masalah ketersediaan pangan, bahan bakar, dan transportasi.

Letak Kecamatan Khusus Miangas memang jauh dari pusat ibu kota Kabupaten Kepulauan Talaud, Melonguane. Butuh waktu 12 jam-15 jam perjalanan laut Miangas-Melonguane. Sementara untuk menuju Filipina, hanya butuh sekitar 4 jam perjalanan.

Selain keterbatasan sarana, masyarakat juga mengeluhkan dana pembebasan lahan bandara yang tak jelas. Sejak tahun 2005 hingga kini belum ada kesepakatan harga. Awalnya warga meminta tanah mereka dihargai Rp 350.000 per meter persegi, kemudian turun menjadi Rp 150.000 per meter persegi. Namun, pemerintah bertahan dengan harga Rp 100.000 per meter. Jika sampai Mei tidak ada kejelasan, warga akan kembali menanami lahan mereka.

Menanggapi keluhan itu, Bupati Kepulauan Talaud Constantine Ganggali menjelaskan, dana pembebasan lahan akan dicairkan pada Juni. (NTA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com