Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlu Akselerasi Produksi Buah

Kompas.com - 07/05/2011, 03:41 WIB

Jakarta, Kompas - Rencana pemerintah membendung masuknya buah impor melalui pengetatan aturan teknis dikhawatirkan menyemarakkan praktik kolusi pejabat dan importir buah. Masalah utama perdagangan buah adalah ketidakmampuan Indonesia mengisi pasar buah lokal dan ekspor.

”Produksi buah dalam negeri tidak mampu memenuhi pasar lokal ataupun pasar ekspor yang terbuka lebar. Kalau aturan teknis impor diperketat, justru bisa memukul balik eksportir dalam negeri. Juga bisa memunculkan maraknya praktik kolusi impor buah antara pejabat pemerintah dan pengusaha,” kata Ketua Umum Dewan Hortikultura Nasional Benny A Kusbini, Jumat (6/5) di Jakarta.

Benny mengungkapkan, selama pasar domestik tidak mampu dipenuhi produk buah dalam negeri, buah impor akan menyerbu dengan cara apa pun. Kalaupun ada pengetatan, aturan teknis impor mudah untuk disiasati karena pejabat Pemerintah Indonesia mudah diajak berkolusi.

”Korupsi 95 persen di negara ini dilakukan oleh birokrasi. Lihat saja mayoritas kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi melibatkan pejabat,” katanya. Benny menyatakan, akan lebih baik bagi Indonesia kalau memperkuat daya saing produk buah dalam negeri.

Caranya dengan membangun sentra-sentra atau kawasan buah dalam skala luas. ”Infrastruktur mutlak dibangun, baik terkait jalan, jaringan irigasi, pergudangan maupun rantai pasok dan rantai pendingin,” ujarnya.

Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Hasanuddin Ibrahim mengungkapkan, dalam lima hingga sepuluh tahun terakhir produksi buah sayur dan tanaman biofarmaka mengalami kemajuan. ”Namun, perlu diakselerasi mengingat ada peluang pasar atau daya beli masyarakat terhadap komoditas tersebut yang kasat mata meningkat,” katanya.

Hal ini terbukti dari maraknya gerai-gerai buah atau sayur kaki lima mulai Aceh sampai Papua yang juga menjual produk impor. Namun, di tengah gempuran buah impor, buah dalam negeri baik yang diproduksi petani maupun perusahaan besar mulai bangkit. Sebut saja buah pisang, pepaya biasa ataupun mini, salak, mangga, manggis, semangka, dan buah naga. Perusahaan besar yang juga masuk, antara lain, adalah Great Giant Pineaple dan Nusantara Tropical Fruit.

”Kalau melihat data impor, kuantitas impor dibanding produksi dalam negeri itu pada kisaran 10 persennya saja,” katanya. Hasanuddin juga mengungkapkan, istilah yang paling tepat bukan pengetatan impor, melainkan upaya melindungi konsumsi dari paparan zat berbahaya pada buah impor.

Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian Banun Harpini mengingatkan, melihat kenyataan terus menurunkan neraca perdagangan antara Indonesia dan China, terutama untuk komoditas hortikultura, tanaman pangan, dan peternakan, kesepakatan-kesepakatan perdagangan sebaiknya dilakukan dengan hati-hati.

”Saat ini hanya neraca perdagangan sektor perkebunan yang positif, tiga lainnya—seperti hortikultura, peternakan, dan tanaman pangan—negatif. Tren impor non-perkebunan juga terus meningkat,” katanya.

Sementara itu, tekanan produk impor juga tidak menimpa buah semata. Sekretaris Jenderal Gapmmi Franky Sibarani mengungkapkan, tekanan produk makanan dan minuman dari negara-negara ASEAN terus menguat. (MAS/PPG)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com