”Bagi orang Sunda, sungai dan air hanya instrumen ekonomi. Berbeda dengan orang Dayak misalnya, yang menempatkan sungai sebagai bagian dari kehidupan ritualnya,” tutur Budi Rajab.
Warga mengabaikan kerusakan DAS Citarum dan anak sungainya, karena merasa manfaat ekonomi pabrik pencemar dianggap cukup menggantikan manfaat ekonomi sungai, bahkan dengan pendapatan yang lebih besar.
”Kalau kami tidak segera membangun kebudayaan sungai kami, pastilah DAS Citarum akan semakin hancur,” kata Budi.
Tisna mencoba membangunnya di Cigondewah melalui Pusat Kebudayaan Cigondewah, yang kerap menggarap kehancuran lingkungan Cigondewah sebagai inspirasi proses kreatif bersama warganya. ”Kami tidak bisa mengkritik frontal kehancuran lingkungan Cigondewah. Melalui seni, kami mencoba menginspirasi, mengajak warga memikirkan sungai dan airnya. Memang tidak mudah,” ujar Tisna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.