Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ikan-ikan Pun Kalah di Citarum

Kompas.com - 01/05/2011, 13:49 WIB

Hal senada dilontarkan Guru Besar Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran Bandung Johan Iskandar mengatakan penelitiannya di awal 1990-an, menyebutkan ada 23  jenis ikan liar yang umum ditangkap penduduk lokal dari Sungai Citarum. Ikan itu antara lain sidat, lika, kebogerang, hinur, arengan, genggehek, beunteur, lalawak, leat, berod, balidra, gabus, lais, jambal dan lemp.

Namun keberadaan ikan itu semakin hari semakin berkurang. Bahkan, ada banyak ikan yang dulu banyak ditemukan kini mulai jarang terlihat, seperti arengan, lempuk, balidra dan jambal. Penyebabnya perubahan kontur air sungai Citarum yang deras menjadi waduk yang berair tenang, pencemaran limbah pestisida lahan pertanian, limbah industri dan limbah rumah tangga. Tidak hanya itu, karena banyaknya jenis-jenis ikan yang hilang dapat pula menyebabkan  hilangnya berbagai pengetahuan lokal masyarakat, seperti pengetahuan tentang jenis-jenis ikan, kehidupan jenis-jenis ikan, teknik-teknik penangkapan ikan.

“Contohnya budaya palika atau penangkap ikan di Jawa Barat. Palika memiliki kemampuan menahan nafas yang sangat lama di dalam air untuk mencari ikan di air derasa seperti Citarum. Seiring tidak ada lagi ikan lincah karena hidup di air deras, palika pun ditinggalkan. Masyarakat cukup menjala atau memancing,” katanya.

Dalam perkembangannya, fungsi waduk bertambah seiring introduksi teknologi keramba jaring apung (KJA) sejak 1988. Jumlah KJA terus bertambah hingga menambah jumlah kotoran dan sisa pakan yang terbuang dan mengendap di dasar waduk. Menurut Didik, limbah KJA membuat kandungan unsur nitrat, nitrit, dan amonia meningkat sehingga perairan menjadi subur. Organisme perairan seperti plankton, bentos, dan tumbuhan pun berkembang pesat. Dampaknya, kandungan oksigen rentan anjlok karena diperebutkan oleh organisme perairan dalam proses respirasi terutama pada malam hari.

Minimnya kandungan oksigen dinilai turut memicu kematian ikan-ikan budidaya secara massal untuk pertama kalinya di Waduk Ir H Djuanda pada tahun 1996. Meledaknya jumlah KJA setelah tahun 2000 melipatgandakan jumlah limbah yang terbuang dan membuat mutu air menurun dan kasus kematian ikan massal berulang. Kondisi itu diperparah dengan masuknya limbah industri dan rumah tangga dari hulu Citarum.

Dampak berkurangnya jenis ikan dan keanekaragaman hayati merubah ekosistem perairan dan mengurangi fungsi ekohidrologinya. Fungsi pemurnian air secara alami tidak berjalan semestinya karena sebagian jenis ikan dan biota akuatik yang seharusnya ada dalam daur ekohidrologi menjadi berkurang atau hilang.

Upaya memperbaiki mutu perairan seperti dengan penebaran benih ikan pemakan plankton dan tumbuhan, menurut Didik, belum efektif karena jumlahnya belum memadahi dan penangkapan tak terkendali. Waduk Ir H Djuanda, misalnya, membutuhkan 4,2 juta hingga 10 juta bibit ikan pemakan plankton, namun beberapa tahun terakhir jumlah yang ditebar kurang dari separuhnya. Ikan-ikan ukuran kecil yang seharusnya tidak boleh ditangkap juga sering ditemukan di tempat-tempat penampung ikan.

Belum lagi limbah organik dan non-organik yang terus masuk ke Citarum, membuat ikan-ikan kian sulit hidup. Jika bisa bicara, hampal, lalawak, beunteur, tagih, dan ikan lain yang masih bertahan mungkin akan teriak, ”Selamatkan kami segera!”(MKN/CHE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com