Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sisa-sisa Kejayaan Citarum Purba

Kompas.com - 01/05/2011, 12:13 WIB

OLEH DEDI MUHTADI

BANDUNG, KOMPAS.com — Anda tertarik batuan purba yang usianya lebih dari 25 juta tahun? Batuan kapur yang terbentuk dari laut dangkal sekitar 25-30 juta tahun lalu itu masih ada di Sanghyangpoek, Sanghyangtikoro, dan Sanghyangkenit, di Sungai Citarum purba yang kini masuk kawasan Unit Pembangkit Listrik Saguling, Jawa Barat.

Sanghyangpoek (poek artinya gelap, Dewa Kegelapan, karena bagian dalam gua sangat gelap). Tikoroartinya tenggorokan, Dewa Tenggorokan karena begitu air masuk ke gua ini seperti masuk ditelan bumi. Sanghyangkenit adalah Dewa Selendang.

Ketiga dewa itu, menurut legenda masyarakat Sunda buhun, berada di sepenggal Sungai Citarum sepanjang 7 kilometer yang masih bersih dengan pesona lingkungan yang indah, hijau lestari.

Ketika matahari Sabtu (9/4) siang agak menyengat, dua petani pisang penuh riang, mandi bertelanjang di lubuk (leuwi) dangkal berair jernih yang mengalir di sela-sela batuan besar Sungai Citarum. Dasar sungai berpasir jernih terlihat jelas, lengkap dengan binatang air yang ikut berenang di sela-sela batu. Binatang ini merupakan indikator bahwa air itu masih bersih.

Pikulan pisang disimpan sembarang di pinggir sungai. Aman, karena daerah tertutup ini jarang dimasuki orang luar. ”Tiap dua minggu kami panen pisang sekitar 60-70 kilogram seharga Rp 1.250 per kilogram,” ujar Tadjudin (44), petani pisang warga Desa Rajamandala, Kabupaten Bandung Barat.

Tanah garapan Tadjudin bersama 40-an tetangganya berada di hutan Desa Cihea, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, yang merupakan kawasan jati Perum Perhutani Unit III Jabar-Banteng. Untuk mencapai lahan itu, Tadjudin harus berjalan sejauh 15 kilometer selama 2 jam. Mereka menanami lahan itu secara tumpang sari di sela-sela pohon jati Perhutani yang sedang tumbuh. Mereka menjaga pohon utama itu dari berbagai gangguan, termasuk penjarahan kayu.

Sebagian besar tanaman petani yang tumbuh di kawasan hutan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum adalah pisang ambon. ”Kami sudah 15 tahun menanami lahan itu,” ujar Bah Ohan (66) seraya menunjuk sederetan tanaman jati yang diameternya rata-rata sebesar tangan orang dewasa.

Memberi kehidupan

Bah Ohan, Tadjudin, maupun petani penggarap lainnya masing-masing memiliki binatang peliharaan pemakan rumput. Tadjudin memiliki 20 kambing yang rumputnya setiap hari secara mudah bisa diperoleh di sisi-sisi Sungai Citarum. Setahun sekali Tadjudin panen raya kambing yang dijual menjelang Idul Adha. Saat itu harganya sedang tinggi karena diperlukan untuk hewan kurban. ”Ketiga anak saya biaya sekolahnya dari hasil jual kambing,” ujarnya seraya menunjuk anak pertamanya yang baru lulus SMA. Alam yang terpelihara telah memberikan kehidupan kepada warga desa itu terus-menerus.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com