Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lestarikan Tangkal Kawung di DAS Citarum

Kompas.com - 30/04/2011, 11:17 WIB

Rumah Kadi dan pemukiman 15 penyadap lainnnya di Kampung Cigangsa, terletak pada tebing dengan kemiringan 15-30 derajat. Namun sejak berpuluh tahun tinggal di kampung ini mereka aman dari bencana longsor dan erosi karena terlindung oleh banyaknya tegakan pohon, termasuk pohon aren.

Sekitar 10 kilometer di bawah desa ini terletak Waduk Cirata, pusat listrik tenaga air (PLTA) yang menghasilkan listrik 1.008 Megawatt. Listrik ini memasok jaringan interkoneksi Pulau Jawa dan Bali yang menerangi hampir separuh dari penduduk republik ini.

Karena itu betapa strategisnya kultur kehidupan warga desa ini bagi kelestarian Waduk Cirata yang kini sedang menghadapi masalah tingginya sedimentasi. Dan secara langsung kehidupan keluarga Bah Kadi secara turun temurun sudah terkait dengan upaya pelestarian sabuk hijau (green belt) waduk lewat pembudidayaan tanaman konservasi, tangkal kawung.

Di rumah panggung tanpa listrik, istrinya Amidah (58) berdagang warung yang menyediakan segala macam keperluan penduduk, termasuk mainan anak-anak. Anaknya Nyi Encah (38) sudah memberinya dua cucu, dan menantunya, Ecep (40)  juga bermata pencaharian sebagai penyadap. “Dari dulu bapak tidak mau menebang pohon aren walaupun ada yang nawar Rp 100 ribu,” ujar Ny Encah.

Bapak dan anak menatu itu dengan tekun menyadap tiap tangkai calon berbuah kolang-kaling dipotong untuk diambil air niranya. Setiap tangkai bisa menghasilkan air nira yang bisa dibuat gula merah 1-5 bungkus. Atau dua bungkus per lodong. Bah Kadi sendiri tiap hari dia memasang 6 lodong hingga 12 lodong. Di desa Nangeleng ada sekitar 100 penyadap/perajin gula.

Tiap pohon yang berumur 10 tahun sudah bisa disadap hingga 18-20 tahun kemudian. Dari pohon aren, dia juga bisa menjual kolang-kaling pada bulan puasa, terutama menjelang lebaran. Tiap tiga bulan sekali Bah Kadi panen ijuk yang menghasilkan beberapa puluh ribu rupiah. Di belakang rumah ia mengembangkan ternak domba untuk memanfaatkan rumput yang tumbuh di sekitar hutan.

Multiguna

Sejumlah penelitian menyimpulkan tanaman keras ini sangat multiguna. Di samping menghidupi warga pedesaan, pohon ini merupakan pelindung dan penyeimbang ekosistem dan ekologi pedesaan.

Akar serabut pohon aren sangat kokoh, dalam, dan tersebar sehingga memiliki fungsi penting bagi penahan erosi tanah. “Akar aren juga memiliki kemampuan mengikat air sehingga pohon aren bisa ditanam di daerah yang relatif kering dan tidak perlu perawatan intensif,”  ujar Johan Iskandar, guru besar biologi Universitas Padjadjaran Bandung.

Nira aren juga dapat dijadikan bahan obat-obatan tradisional, misalnya untuk haid yang tidak teratur, sembelit, sariawan, radang paru-paru, disentri, kepala pusing, dan pemulih badan letih. Cuka dari tuak aren biasa dijadikan bahan ramuan biopestisida pembasmi serangga hama di huma (Iskandar dan Iskandar: 2005). Akar muda biasa digunakan untuk obat kencing batu ginjal, dan akar tuanya untuk bahan obat sakit gigi.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com