Padang Aro, Kompas -
Kapolres Solok Selatan Ajun Komisaris Besar Djoko Trisulo, Jumat (29/4) di Solok Selatan, mengatakan, petambang tradisional itu dijerat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara. Ancaman hukumannya di atas lima tahun penjara. Menurut Djoko, warga melakukan penambangan karena sulit mendapat sumber mata pencarian di tempat mereka tinggal.
Seluruh petambang yang ditahan, ungkap Djoko, dikenai tuduhan melakukan kegiatan pertambangan secara ilegal. Itu terutama ditemukan di Nagari Lubuk Ulang Aling, Kecamatan Sangir Batanghari, yang termasuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari.
Djoko menambahkan, penahanan dilakukan untuk memberikan jaminan hukum bagi pengusaha tambang resmi.
Tiga di antara petambang yang ditahan adalah anak berusia 14 tahun hingga 15 tahun. Berkas perkara mereka telah lengkap (P21) dan sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Padang Aro.
Koordinator Divisi Pembaharuan Hukum dan Peradilan LBH Padang, Roni Saputra, menyesalkan penahanan anak di bawah umur itu. Penahanan dianggap melanggar Surat Keputusan Bersama (SKB) enam menteri. Sebelum ditahan seharusnya ada konsultasi dengan keluarga, atau pembimbing masyarakat yang disediakan pemerintah.
Karena saat ini berkas perkara sudah dilimpahkan ke kejaksaan, Roni berharap jaksa melepas tiga anak itu. ”Atau pihak keluarga membuat surat penangguhan penahanan,” katanya.
Masih terkait tambang, Bupati Tasikmalaya, Jawa Barat, Uu Rizhanul Ulum meminta Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tasikmalaya tak memberikan izin baru atau perpanjangan untuk penambangan pasir besi. Tujuannya, memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk mengkaji kegiatan penambangan pasir besi secara menyeluruh.
Di Kabupaten Tasikmalaya terdapat 9 perusahaan penambangan pasir besi yang mengelola lahan 614,6 hektar. Empat perusahaan memiliki izin usaha penambangan, dan tiga dalam proses pengajuan.