Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batuan Purba Penahan Erosi

Kompas.com - 29/04/2011, 11:24 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com — Sabtu (9/4) pukul 08.00, Mang Jumar (62) sudah turun ke Sungai Citarum untuk mengambil botol-botol plastik yang tersangkut di batuan air terjun Curug Jompong. Lebih dari 20 tahun pekerjaan itu dilakoninya. Setiap hari, dari botol-botol plastik bekas minuman ringan tersebut, ia meraih pendapatan sekitar Rp 10.000.

Hanya berdua dengan tetangganya, Isur (35), Jumar mengais rezeki di air jeram yang terletak di Desa Jelegong, Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, itu. Pasalnya, tak banyak orang yang mau berdiam lama di tempat yang berbau menyengat akibat berbagai limbah, kotor, sepi, dan terkesan angker tersebut.

Biasanya mayat yang terdampar di Curug Jompong dalam kondisi rusak dan bau karena jatuh terbawa air dan tersangkut di batu. ”Jika melihat mayat, sebagian warga di pinggir Citarum hanya menonton dari jauh karena takut dimintai tolong mengangkatnya,” ungkap Jumar seraya menunjuk air terjun setinggi 10 meter yang jatuh ke batuan di bawahnya.

Untuk mencapai air terjun ini, dari jalan desa harus menuruni tebing yang hampir tegak sejauh 500 meter. Jalan setapak yang dibuat Jumar dipenuhi ilalang sehingga pejalan kaki tak mudah melewatinya jika tak membabat lebih dahulu.

Sebelum sampai ke Curug Jompong, alur Citarum sepanjang 30 kilometer dari sentra industri Dayeuhkolot, Bandung, relatif datar. Aliran Citarum baru bergerak liar setelah berputar dan jatuh menjadi air terjun di Curug Jompong. Sejak menjadi kuncen di Curug Jompong 20 tahun lalu, Jumar sudah mengangkat 25 mayat, termasuk mayat mahasiswi yang dibuang di sungai itu beberapa tahun lalu.

Batuan purba di Curug Jompong itu terbentuk dari batuan dasit 4 juta tahun lalu. Letaknya di perbatasan Kabupaten Bandung dan Bandung Barat. Batuan dari gerakan magma itu muncul ke permukaan bumi, tetapi tidak meledak karena energinya lemah.

”Ribuan tahun lalu Citarum purba terbentuk dari letusan Gunung Sunda yang dahsyat, lalu membentuk Danau Bandung Purba,” ujar T Bachtiar, ahli geografi yang juga anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung.

Batuan purba ini hampir menutup lebar sungai dengan permukaan yang berundak-undak. Beberapa benjolannya menjulang 5-20 meter di Sungai Citarum sehingga aliran air ada yang berbelok sebelum terjun ke bawah. Saat kemarau, hampir semua batuan itu tampak dan air mengalir di sela-sela batu. Namun, pada musim hujan semua batu itu tertutupi aliran air Sungai Citarum.

Penahan erosi

Pada masa kolonial, Pemerintah Hindia Belanda menjadikan lokasi ini sebagai tujuan wisata. Itu tertulis dalam buku panduan wisata tahun 1927, Gids van Bandoeng en Midden-Priangan, door SA Reistma e WH Hoogland. Namun, puluhan tahun kemudian, tempat itu berubah jadi angker dan jarang dikunjungi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com