Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Haji Lauk dari Waduk Cirata

Kompas.com - 29/04/2011, 11:12 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com — Para petani pembudidaya ikan di Kampung Ciloa, Desa Margaluyu, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, terlambat sadar bahwa pepatah kuno bersatu kita teguh bercerai bakal runtuh itu tak luntur oleh waktu atau lekang oleh zaman.

Kesadaran itu muncul ketika mereka mengangkat H Iim Misbah (56) sebagai Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan Nila (Pokdakan) ”Doa Ibu” di kolam jaring apung (KJA) Waduk Cirata tahun 2005 lalu. Lewat kesadaran tersebut, paling tidak usaha kelompok ini mampu bertahan dalam situasi sulit yang sering menjepit mereka di tengah waduk.

Misalnya, ketika terjadi upwelling (arus bawah waduk naik ke atas dan mematikan seluruh ikan), masing-masing petani hanya bisa gigit jari. Setelah berkelompok, saat pembudidaya tersebut terkena musibah, mereka dapat ”bantuan” Rp 5 juta dari kelompok. Uang itu adalah dana cadangan kelompok yang dikumpulkan pada saat mereka panen ikan.

Tentu saja dana pengganti modal kerja untuk pembelian benih dan pakan ikan itu harus dikembalikan dalam jangka waktu dua tahun. ”Alhamdulillah, mereka selalu taat membayar kewajibannya, sebab tahu bahwa uang itu milik bersama,” ujar Iim.

Keuntungan lain bernaung di bawah kelompok, yakni bisa membeli pakan lebih murah. Karena mereka bersama-sama berhimpun, pakan yang dibeli dengan sendirinya dalam jumlah banyak sehingga harganya lebih murah. Jika harga untuk perorangan Rp 5.735 per kg, untuk kelompok hanya Rp 5.620 per kg.

Beda harga pakan yang Rp 115 per kg sangat berarti jika dihitung dengan kebutuhan kelompok yang mencapai ratusan ton setiap bulannya. Kalau 10 ton per hari saja, berarti penghematan usaha hampir Rp 35 juta setiap bulannya.

Diangkatnya bapak beranak tiga ini menjadi ketua kelompok atas keinginan bersama para pembudidaya ikan. Mereka melihat usaha Iim bertahan stabil cukup lama dan mampu melewati gelombang pasang surut usaha budidaya ikan yang rentan terhadap cuaca dan fluktuasi harga.

Ia juga merupakan nasabah bank paling lama bertahan dari terpaan nonperforming loan alias kredit macet yang sering dialami pembudidaya ikan. ”Kami mendapat pinjaman dari bank sekitar Rp 500 juta atas jaminan pribadi H Iim,” ujar Asep Sulaeman (35), anggota sekaligus Sekretaris Pokdakan.

Bank pun mendapat jaminan karena Iim menerapkan pola tanggung renteng, jika anggota kelompok telat bayar cicilan utang. Penggunaan uang oleh anggota juga dikontrol pengurus kelompok. ”Tidak ada anggota yang menggunakan uang untuk beli sepeda motor atau bangun rumah. Sebab modal kerja ini khusus untuk memodali ikan,” ungkap Asep.

Kini, Iim memimpin langsung pengelolaan usaha 23 anggota kelompok pembudidaya dengan 225 petak KJA. Satu petak KJA modalnya sekitar Rp 15 juta. Jadi total investasi kelompok ini hampir Rp 3,4 miliar. Ini belum termasuk investasi 17 mesin alcon (penyedot air) kolam yang diperlukan untuk menggerakan air kolam ketika terancam upwelling.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com