Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Majalaya, Seabad Geliat Tekstil Rakyat

Kompas.com - 28/04/2011, 11:58 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com — Memasuki Kecamatan Majalaya di Kabupaten Bandung, sebatas mata memandang hanya menyapu tembok pabrik-pabrik kusam berlumut, bekas endapan lumpur banjir. Udara kotor berdebu menyelimuti jalan-jalan sempit yang banyak bolongnya. Semrawut lalu lalang dokar menggantikan geliat kawasan yang pernah menyandang julukan “Kota Dollar” karena kiprah tekstil rakyatnya itu.

Matahari di atas alun-alun Majalaya belum terlalu terik kala Didin (27) beristirahat di bangku dokar miliknya, Kamis (24/3). Sebagai penarik dokar, paras pemuda itu kelewat bersih. Celana jins dan sandalnya bermerek. Lebih mirip seorang anak kuliahan.

“Saya beli dokar ini dua tahun lalu seharga Rp 1,5 juta. Waktu itu, bapak beli lima dokar, empat yang lain disewain ke tetangga. Saya yang disuruh mengurus setoran hariannya,” tutur anak salah satu juragan dokar di daerah aliran sungai (DAS) Citarum itu.

Lima dokar itu dibeli ayah Didin dengan uang hasil menjual mesin tenun kuno merk Suzuki yang diwariskan kakeknya. Awalnya, Misbun, ayah Didin, adalah salah satu perajin tekstil rakyat yang memiliki tiga mesin tekstil buatan Jepang. Saat badai krisis menghantam tahun 1999, satu per satu mesin dijual untuk modal usaha.

Didin mengaku, sempat diajari ayahnya mengoperasikan mesin tenun. Walau pada akhirnya, ia lebih memilih menjadi juragan dokar karena melihat peluang usaha tekstil rakyat kian meredup.

“Kalau bosan di rumah, saya baru narik dokar. Lumayan, sehari paling enggak dapet Rp 50.000. Kalau usaha tenun sekarang, kata bapak, modalnya besar, tapi untungnya belum tentu,” ujarnya polos.

Penjualan mesin-mesin tenun bekas di Majalaya bukan hal baru. Ini diakui Deden Suwega (47), pemilik CV Sandang Makmur. Ia juga membenarkan banyak keturunan pengusaha tekstil yang gagal bertahan beralih profesi menjadi juragan dokar, pedagang pasar hingga petani.

“Banyak mesin tekstil tua dijual di pasar. Bahkan ada yang dijual kiloan. Miris kalau saya melihat mesin-mesin itu teronggok di pasar loak. Padahal, Majalaya berhutang besar kepada mesin-mesin tua itu,” kata generasi ketiga pewaris salah satu usaha tekstil rakyat di tepian Sungai Citarum tersebut.

Kota Dollar

Ia masih ingat betul kisah kejayaan industri tekstil pada tahun 1960-an saat Majalaya dijuluki Kota Dollar. Untuk memenuhi bahan baku tenun maupun keperluan sehari-hari saat itu sangat mudah. Warga tinggal keluar rumah. Sudah banyak penjual mengantre layaknya semut merubungi ceceran gula.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com