Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gosok Gigi Pun Memakai Air Berlimbah

Kompas.com - 26/04/2011, 09:32 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com — Rohimah (45) tanpa khawatir menggosok giginya dari air yang mengalir melalui tong sebagai wadah penampungan. Seusai membilas mulutnya, Rohimah langsung mencuci tumpukan piring dan gelas yang bertumpuk di sebelahnya.

Sementara itu, di dalam bilik 1 meter persegi di samping tempat Rohimah mencuci, seorang kakek mandi dengan air yang ditampung di bak kecil. Sumber air di tong maupun bak mandi itu sama, yakni sumur yang berada di tengah antara tong dan bak. Sumur itu dialiri air yang melewati sambungan pipa-pipa. Ujung pipa itu berasal dari Sungai Ciwalengke, salah satu anak Sungai Citarum yang tercemar berbagai limbah.

Rohimah dan keluarganya tak sendirian memanfaatkan aliran Sungai Citarum. Setidaknya 20 keluarga lain di RW 10 di Desa Sukamaju, Majalaya, yang tinggal di sekitar sumur itu terpaksa berhadapan langsung dengan air yang telah tercemar sejak belasan tahun lalu.

Tak ada sistem penyaring air yang mampu menjernihkan atau membunuh kuman. Hanya tumpukan ijuk sebelum masuk ke sumur ditambah kaus kaki bekas yang dipasang di ujung keran untuk menyaring air.

Warga tahu betul air yang mereka gunakan tak baik untuk kesehatan. Kemiskinan yang membuat mereka tak mampu membeli air bersih. "Kami terpaksa, mau bagaimana lagi. Air bersih harganya Rp 3.000 per jeriken. Kami cuma mampu beli buat air minum aja," kata Jajang (40), warga RT 02, ketika ditemui Kompas.com beberapa waktu lalu.

Jajang mengatakan, hampir semua warga mengalami gatal-gatal. Kondisi memprihatinkan dialami anak-anak. Di beberapa bagian tubuh mereka bentol-bentol dan meninggalkan bercak hitam.

"Pakaian cepet kucel warnanya. Cuci piring, piringnya jadi kuning," kata Ali (30), warga lain. "Itu kalau kaus kaki dibuka, isinya numpuk kotoran semua," timpal Jajang sambil menunjuk arah keran.

Warga yang memiliki sumur bor bernasib lebih baik lantaran bisa menikmati air Citarum yang layak. Seperti Agus Kusnadi (40) membuat kolam penampungan di halaman rumahnya. Kolam berukuran 1 x 3 meter itu dialiri air Sungai Ciwalengke melalui pipa. Air dalam kolam secara perlahan meresap ke dalam tanah.

Kolam itu juga dijadikan tempat untuk ternak ikan lele. "Air itu nanti meresap ke bawah. Sampai di bawah sudah bersih, enggak bau. Air sungai bau sekali kalau lagi kemarau," kata pria yang telah 16 tahun memanfaatkan kolam penampungan itu.

Limbah dibuang

Pantauan Kompas.com, Sungai Citarum telah tercemar sejak di hulu. Tujuh ratus meter dari sumber mata air di Situ Cisanti di Kecamatan Kertasari, Bandung Selatan, air langsung dicemari kotoran sapi perah. Kotoran dari 5.000-an sapi langsung dibuang peternak ke selokan yang mengalir ke sungai. Untuk diketahui, setiap ekor mengeluarkan kotoran 10 kilogram sampai 20 kilogram.

Belum lagi limbah rumah tangga mulai dari hulu. Pencemaran yang jauh lebih berbahaya adalah limbah industri tekstil di sekitar Majalaya. Pabrik terang-terangan membuang sisa celupan tekstil berbagai warna ke anak-anak Sungai Citarum. Aliran air tampak berwarna merah, kuning, hijau, coklat, hingga hitam pekat.

Fahtoni, aktivis LSM Elemen Lingkungan (Elingan), mengatakan, tak hanya limbah tekstil yang dibuang pabrik di Majalaya, limbah sisa bahan bakar batu bara ikut dibuang ke sungai. "Dulu pabrik masih pakai pewarna alami, tetapi sekarang sudah pakai pewarna buatan. Akibatnya, ya, ke warga," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com