Oleh Dedi Muhtadi
Oman (58), seorang juru kunci yang turun-temurun tinggal di sana, mengungkapkan, dulu
”Dulu hutan ini angker, siapa saja yang masuk ke hutan ini sering
Makna dari ketabuan itu sebenarnya adalah agar hutan di kawasan itu tidak rusak dijamah oleh tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab.
Namun, warga sekarang sudah tidak lagi memerhatikan ketabuan. ”Sekarang zamannya sudah lain,” kata Oman menambahkan, seraya menunjuk ribuan petani masuk ke areal hutan dan menyulapnya menjadi lahan pertanian semusim, seperti sayur-mayur.
Padahal, penggunaan mitos atau kepercayaan masyarakat setempat untuk mengeramatkan sebuah tempat masih efektif sebagai upaya melestarikan alam di sekitar tempat tersebut. Bahkan, cara itu bisa berdampingan dengan institusi formal yang sudah ada, seperti undang-undang, termasuk aparat penegak hukum.
”Itulah sebabnya, banyak komunitas adat yang dulu sering menggelar ritual adat di sebuah lokasi bertujuan agar menimbulkan kesan angker atau harus diperlakukan dengan hati-hati oleh masyarakat biasa,” kata Dadan Madani, tokoh pemuda dari Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, beberapa waktu lalu.
Generasi keenam dari
”Masyarakat masih percaya ada peraturan tersendiri ketika memasuki kawasan yang dianggap angker. Peraturan tersebut bisa berupa pantangan ataupun kewajiban yang harus dilakukan sebelum beraktivitas,” tuturnya.