Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus "Cuci Otak" Peringatan bagi Ulama

Kompas.com - 21/04/2011, 16:06 WIB

MALANG, KOMPAS.com — Kasus "pencucian otak" yang menimpa 15 mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), sejak 2008 hingga muncul lagi pada 2011 ini, dinilai sebagai peringatan bagi para ulama di Indonesia dan Malang pada khususnya.

Dengan munculnya kasus pencucian otak yang diduga dilakukan oleh kelompok dari Negara Islam Indonesia adalah bentuk peringatan bagi para ulama agar mulai saat ini lebih dekat kepada rakyat.

"Karena kondisi ulama saat ini, saya nilai mulai jauh dari masyakat, atau masyarakat yang mulai menjauhi ulama," kata Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang, Kamis (21/4/2011).

Untuk meminimalisasi gerakan Negara Islam Indonesia (NII), khususnya di Malang dan di Indonesia pada umumnya, jelas Imam, harus secara intens membangun komunikasi dua arah dalam sebuah pembelajaran agama.

"Para ulama harus lebih dekat dengan masyarakat (umat) sehingga tidak ada celah bagi NII untuk masuk dan memengaruhi generasi muda masuk NII. Yang jelas, kasus cuci otak yang menimpa mahasiswa itu adalah bentuk peringatan bagi ulama," kata Imam.

Kedekatan antara ulama dan masyarakat itu, lanjut Imam, adalah salah satu kunci untuk menutup potensi penyebaran paham atau ajaran gerakan NII tersebut. "Kalau kasus cuci otak sudah masuk ke kampus-kampus, itu sudah berbahaya," ujarnya.

Ditanya apa antisipasi agar gerakan cuci otak tidak masuk ke kampus yang dipimpinnya, Imam mengaku, pihak UIN Maliki sudah melakukan pendidikan formal di asrama dengan konsep ma'had sejak mahasiswa baru. "Di ma'had itu ada kegiatan atau ritual ibadah yang langsung dibimbing oleh dosennya," katanya.

Dengan demikian, selalu ada interaksi secara langsung antara mahasiswa dan dosen. Sebab, lembaga pendidikan itu harus ada kedekatan antara dosen dan mahasiswa. "Untuk kampus, saya sendiri berani memastikan aman dari ancaman NII, karena kami punya metode pemondokan dalam pembelajaran mahasiswa sejak dini," jelas Imam.

Di tempat berbeda, pengasuh Pondok Pesantren Sabilurrosyad Malang, KH Marzuki Mustamar, mengatakan, gerakan NII di Malang itu tidak hanya terjadi pada tahun ini, tetapi sudah masuk sejak 2003 lalu. Indikasinya, aku Kiai Marzuki, pada 2003 lalu pihaknya sudah menerima pasien yang menjadi korban.

"Saya pernah menangani mahasiswa yang sudah stres akibat dicuci otaknya oleh gerakan NII itu," akunya.

Saat itu, Kiai Marzuki masih belum berani memastikan bahwa pasien tersebut adalah akibat didoktrin oleh NII. Setelah pasien sembuh dan sadar, baru bisa menceritakan apa yang mereka lakukan. "Mahasiswa itu mengatakan kalau ada pesantren di Indramayu, Jawa Barat, yang menjadi markas anggota NII itu. Itu pengakuan dia kepada saya," ujar kiai yang juga menjabat Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Malang ini.

Setelah selesai direhabilitasi, pasien sudah sembuh dan mendapatkan pengakuan yang sebenarnya dari korban, Kiai Marzuki langsung melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian setempat. "Namun, saya melihat tak ada hasil konkretnya. Buktinya, tahun ini masih ada korban sebanyak 15 mahasiswa UMM," katanya.

Ditanya apakah kasus cuci otak adalah peringatan bagi para ulama? Kiai Marzuki membenarkan hal itu. "Ya, ini cobaan dan peringatan bagi ulama. Ke depan para ulama harus lebih dekat kepada umatnya. Begitu juga masyarakat harus dekat kepada ulama," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com