JAKARTA, KOMPAS.com — Melihat kasus cuci otak yang terus mencuat, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Bachrul Alam mengimbau kepada masyarakat yang merasa kehilangan anak maupun kerabat harus segera melaporkan kepada yang pihak berwajib. Hal ini untuk mencegah kemungkinan orang-orang yang hilang tersebut masuk dalam jaringan cuci otak yang diduga dilakukan oleh jaringan Negara Islam Indonesia (NII).
"Kami mengimbau kepada masyarakat kalau ada putranya yang hilang, anaknya atau siapa pun segera melapor ke polisi sehingga kepolisian bisa meminta keterangan," ujar Anton di Mabes Polri, Kamis (21/4/2011).
Menurut Anton, selain informasi kehilangan, masyarakat juga diminta untuk melaporkan berbagai hal yang mencurigakan terhadap orang-orang sekitar, termasuk perubahan perilaku anak-anak. Untuk mendapatkan keterangan penelusuran kasus cuci otak ini, lanjut Anton, kepolisian juga bekerja sama dengan orang-orang yang pernah menjadi korban cuci otak. Selain itu, kepolisian sudah menyebarkan intelijen untuk menyelidiki keberadaan jaringan tersebut.
"Yang merasa pernah ikut NII, mereka bisa menyampaikan informasi itu. Ini kan masih wacana dan memang ada orang yang pernah mengalami. Karena itu, kami lagi kirimkan intelijen," imbuhnya.
Seperti diketahui, saat ini daftar korban dalam kasus dugaan "cuci otak" terhadap mahasiswa di Malang bertambah menjadi 15 orang, yaitu mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur, sebanyak 13 orang dan mahasiswa Universitas Brawijaya dua orang. Selama direkrut biasanya para korban dicuci otaknya dengan diberikan ajaran-ajaran yang dianggap sesat seperti diskusi yang membahas bahwa warga NKRI itu kafir dan negara yang paling tepat adalah NII bukan NKRI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.