Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Presiden hingga Sang Briptu

Kompas.com - 16/04/2011, 08:47 WIB

HARYADI BASKORO

Sejak video ”Polisi Gorontalo Menggila” muncul di Youtube, Briptu Norman Kamaru yang menyanyi dan bergoyang lagu India ”Chaiyya, Chaiyya” itu langsung ngetop.

Sebagian besar masyarakat senang dan mengapresiasi. Sang polisi mendadak menjadi pesohor kaliber nasional berkat eksploitasi media.

Jika Norman dikenai sanksi sesuai dengan Pasal 4F tentang tindakan disiplin kepolisian, ia bisa tidak mendapat kesempatan tambahan pendidikan selama setahun, tertunda kenaikan pangkatnya, dimutasi, dan bahkan terancam disel khusus selama 21 hari. Akan tetapi, Norman akhirnya hanya mendapat teguran lisan dan malah dianggap berjasa karena mengharumkan citra polisi di masyarakat.

Memang serba dilematis. Kalau Norman dihukum, masyarakat akan berteriak mengolok. Kalangan seniman pun mungkin akan protes karena menganggap aspirasi seni tak dihargai.

Dengan cepat Wakil Ketua DPR Pramono Anung menyatakan bahwa berlebihanlah menghukum Norman. Menurut Pramono, presiden saja boleh dan sering menyanyi, mengapa Norman tidak boleh.

Maka, yang terjadi justru sebaliknya: Norman disanjung! Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo melihat Norman bertalenta dan memotivasinya agar mengembangkan potensi itu. Brimob Polda Gorontalo sendiri, tempat Norman bertugas, mengapresiasi kreativitas Norman.

Kultur pop

Dengan munculnya Norman, lengkap sudah mereka—dari pucuk pemimpin sampai jajaran bawah—yang senang menyanyi di negeri ini. Di satu sisi hal itu menunjukkan bagaimana manusia Indonesia memiliki jiwa seni. Namun, di sisi lain kenyataan ini benar-benar menunjukkan bagaimana kultur pop telah mencengkeram kita.

Secara antropologis ukuran kebudayaan itu relatif: soal baik atau buruk, luhur atau hina, tinggi atau rendah. Namun, jika ditakar dalam konteks filosofis-ideologis, kebudayaan populer yang tak mengusung nilai filosofis merupakan budaya ringan yang dikreasi sekadar untuk menghibur. Beraneka manifestasi dan produk kultur pop yang berkembang dahsyat karena didongkrak media demi pasar hanya menekankan kenikmatan sesaat dengan semboyan ”yang penting hepi ”.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com