Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tambang Rusak TN Tanjung Puting

Kompas.com - 14/04/2011, 03:47 WIB

Palangkaraya, Kompas - Sebanyak 490 penambang liar emas dan pasir zirkon beroperasi di Taman Nasional Tanjung Putting, Kalimantan Tengah. Aktivitas terlarang yang melibatkan sekitar 2.000 penambang itu merusak lingkungan dan pendangkalan sungai.

Kepala Seksi Pengawasan dan Evaluasi Dinas Pertambangan dan Energi Kalteng, Yacobson, di Palangkaraya, Rabu (13/4), menjelaskan, Taman Nasional Tanjung Putting (TNTP) berada di Kecamatan Pangkalan Banteng dan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, dengan luas 415.040 hektar. Penambangan dilakukan di Sungai Sekonyer yang menjadi habitat ikan, buaya, biawak, ular, burung, dan orangutan.

Di lokasi penambangan, pondok-pondok kecil memenuhi tepi Sungai Sekonyer. Perahu-perahu tertambat di dekat pondok. Selang, pipa, jeriken, penyaring emas, serta mesin sedot tergeletak di tepi sungai. Kerusakan lingkungan terlihat dari tanah gundul yang ada di sekitar penambangan. Di beberapa titik, sungai pun menjadi dangkal.

Penambangan liar ada di 11 lokasi yang berada di Kumai dengan aktivitas terbanyak di daerah Cemantan sekitar 100 unit, melibatkan 400-an orang. Adapun di daerah Danau Rasau dan Lubang Hantu, masing-masing 75 unit, melibatkan 300 orang.

Dampak penambangan tanpa izin itu antara lain penebangan pohon untuk pondok tempat tinggal penambang, dan pencemaran Sungai Sekonyer akibat penggunaan air raksa. ”Kualitas air sungai tak layak untuk dikonsumsi, mandi, dan cuci. Pondok penambang juga mengganggu jalur transportasi sungai,” kata Yacobson.

Sementara itu, penambangan pasir yang dilakukan di Kecamatan Sabangau, Palangkaraya, Kalteng, terus dilakukan meski kegiatan itu tak berizin. Jalan menuju lokasi galian yang masih berupa tanah keras, Rabu (13/4), terlihat bergelombang.

Tidak menyejahterakan

Di Maluku Utara, maraknya pertambangan ternyata tidak berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pertambangan justru membuat warga kehilangan mata pencaharian, bahkan kerap memicu konflik di daerah sekitar tambang.

Wakil Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba menyatakan, mayoritas warga pesisir Teluk Kao di Kabupaten Halmahera Utara dan pesisir Teluk Buli di Halmahera Timur, tidak bisa lagi bekerja sebagai nelayan karena teluk telah tercemar aktivitas pertambangan. ”Padahal itu adalah mata pencaharian utama mereka,” katanya. (BAY/APA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com