Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menhub: Juni, Ganti Rugi Montara Selesai

Kompas.com - 13/04/2011, 13:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perhubungan Freddy Numberi mengatakan, pemerintah Indonesia sudah meminta ganti rugi tumpahan minyak Montara harus selesai pada bulan Juni mendatang. Pihak PTTEP (PTT Exploration and Production) Australia, selaku pengelola blok Montara, kata Freddy, telah menyanggupinya.

Hasil perhitungan Kementerian Lingkungan Hidup RI, nilai ganti rugi langsung dan tidak langsung adalah Rp 247 miliar. Dari jumlah itu, termasuk diantaranya nilai kerugian langsung sebesar Rp 42,2 miliar. Nilai kerugian ini didasarkan pada perhitungan dampak tumpahan minyak terhadap nelayan.

"Mereka sudah menyatakan kesanggupan. Tapi mereka akan melakukan verifikasi (data korban) oleh para expert. Mereka akan turun ke lapangan," kata Freddy kepada para wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (13/4/2011).

Freddy telah mempersilakan PTTEP melakukan verifikasi data korban. Namun, Freddy menekankan verifikasi harus sudah selesai pada bulan April.

"Dengan demikian pada bulan Mei, sudah bisa masuk pembahasan akhir. Lalu, bulan Juni mulai tahap pembayaran," sambungnya.

Seperti diwartakan, Tim Nasional Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut Timor dinilai lamban, dan bahkan bisa dikatakan gagal, menyelesaikan klaim ganti rugi akibat pencemaran minyak di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Laut Timor, Nusa Tenggara Timur. Sejak terjadi kebocoran kilang minyak pada 21 Agustus 2009 dan tumpahannya memasuki ZEE Indonesia pada 30 Agustus, klaim ganti rugi tidak juga terwujud hingga kini.

Direktur West Timor Care Foundation (WTCF) Ferdi Tanoni menuturkan, terjadi kebocoran minyak dan gas hidrokarbon akibat ledakan di kilang minyak Montara, Blok Atlas Barat, Laut Timor, di perairan Australia, 21 Agustus 2009. Pada 30 Agustus 2009, jejak tumpahan minyak mentah itu memasuki sebagian ZEE Indonesia yang berbatasan dengan ZEE Australia. Kata Ferdi, merujuk hasil investigasi tim Australia, tumpahan berlangsung selama 80 hari dengan jangkauan pencemaran minyak di Laut Timor mencapai 90.000 km persegi. Sekitar 70-80 persen perairan Indonesia tercemar. Dampak yang dirasakan nelayan NTT luar biasa.

"Usaha budidaya kelautan dan perikanan di Timor barat, Pulau Rote, Sabu, dan Sumba gagal total," katanya.

Peneliti LIPI, Ganewati Wuryandari, yang juga penasihat Badan Pengelolaan dan Pengawasan Dana Kompensasi Pencemaran Laut Timor, menilai Pemerintah Indonesia lamban menuntaskan klaim atas kasus pencemaran minyak di Laut Timor.

"Jika dibandingkan dengan klaim kasus tumpahan minyak di Deep Horizon, Teluk Meksiko, penyelesaian untuk kasus di Laut Timor sangat lamban," katanya.

Ganewati mengatakan, hasil perhitungan Kementerian Lingkungan Hidup RI, nilai ganti rugi langsung dan tidak langsung adalah Rp 247 miliar, di antaranya termasuk nilai kerugian langsung, yakni Rp 42,2 miliar. Nilai kerugian ini didasarkan pada perhitungan dampak tumpahan minyak terhadap nelayan. Ia mengatakan, nilai ganti rugi yang diajukan Indonesia itu sangat tidak sebanding dengan kasus pencemaran laut lainnya, seperti Exxon Valdez (1989) dan Teluk Meksiko (2010).

Pencemaran minyak di Laut Timor ini volume dan luas pencemarannya jauh lebih besar dibandingkan dengan kasus tumpahan minyak dari kapal tanker Exxon Valdez. Ganewati berpendapat, tim tidak ditangani deputi menteri, tetapi oleh Presiden, seperti Presiden AS Barack Obama ketika mengambil alih kasus tumpahan minyak di Teluk Meksiko. Bencana di Laut Timor terlalu besar untuk dipertaruhkan jika tidak ada keseriusan dari Indonesia. Ferdi mengungkapkan, WTCF satu-satunya lembaga dari Indonesia yang mengajukan pengaduan resmi ke Komisi Penyelidik Australia.

"Jika pemerintah memberi mandat, kami jamin bisa cepat menyelesaikannya," katanya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com