Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daerah Rawan Lahar Sulit Dipetakan

Kompas.com - 13/04/2011, 08:41 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) mengaku kesulitan untuk membuat peta rawan bencana banjir lahar dingin Merapi. Sebab, kondisi sungai di puncak Merapi sudah tidak bisa diidentifikasi.

"Alur sungai di puncak dan lereng Merapi sudah tertimbun material hingga rata dengan permukaan tanah dan tidak diketahui arahnya. Padahal peta rawan bencana harus dibuat dari hulu yang ada di puncak gunung Merapi hingga di hilir sungai," kata Deputi Bidang Survei Dasar dan Sumber Daya Alam, Bakosurtanal, Priyadi Kardono seusai sosialisasi RUU tentang Informasi Geospasial di Yogyakarta, Selasa (12/4/2011) kemarin.

Lebih lanjut, Priyadi mengatakan kondisi puncak Merapi saat ini benar-benar mulus sehingga tak terlacak lagi alur aliran sungainya. Untuk itu Bakosurtanal, dalam waktu dekat akan melakukan pemotretan udara bekerjasama dengan Jepang dan Perancis.

Diharapkan dari pemotretan itu Bakosurtanal bisa membuat peta detil di puncak. "Jika kondisi puncak diketahui maka bisa diperhitungkan daerah-daerah rawan bencana, jika terjadi banjir lahar dingin," katanya.

Hingga kini belum adanya peta rawan banjir lahar dingin tersebut maka satu-satunya cara adalah dengan mewaspadai jalur sungai yang berhulu di Merapi. Semua sungai harus diwaspadai. Karena ke mana banjir lahar akan mengalir cukup sulit diprediksi.

"Berdasarkan sejarah, sejak dulu persiapan dilakukan dialur sungai Krasak dengan membuat jembatan yang tinggi-tinggi. Tetapi ternyata Kali Putih yang dulunya hampir tidak pernah tersentuh material Merapi justru kini porak-poranda" katanya.

Sedangkan untuk peta kawasan rawan bencana (KRB) Merapi saat ini sudah selesai disusun bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Peta yang dibuat lebih rinci sehingga diharapkan bisa menjadi dasar kebijakan pemerintah.

"Kami sudah membuat petanya. Tentu keputusan selanjutnya termasuk untuk merelokasi warga di daerah berbahaya adalah keputusan pemerintah. Kami tidak bisa mencampurinya," kata Priyadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com