Pangkal Pinang, Kompas -
Perkebunan sawit secara massal belum sampai 10 tahun berkembang di Babel, sehingga petani masih perlu belajar banyak hal. ”Lewat sistem plasma inti, pelajaran-pelajaran soal perkebunan sawit didapatkan. Tetapi, tentu harus dipikirkan dan mulai didorong agar petani bisa mandiri,” ujar Gubernur.
Hal itu berkaca dari pengalaman petani karet Sumsel, provinsi yang pernah menjadi induk Babel sebelum pemekaran. Petani karet Sumsel bisa memperoleh harga lebih baik dan bebas memilih pembeli. Namun pertanian karet di provinsi itu sudah berlangsung puluhan tahun.
”Di Sumsel petani sudah kenal seluk-beluk perkebunan dan pemasaran produk. Sementara petani sawit di sini masih harus belajar banyak. Kalau mendadak dipaksa mandiri, justru akan merugikan petani,” katanya.
Sistem plasma antara lain masih dibutuhkan untuk kepastian pemasaran hasil panen. Sistem itu pun dibutuhkan, karena sebagian petani masih perlu belajar cara berkebun sawit. ”Memang pemerintah juga berusaha mendampingi, agar petani mendapat hasil terbaik. Tetapi akan lebih baik kalau lebih banyak pihak membantu petani belajar soal perkebunan sawit,” kata Eko.
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Babel, Zamdani, menambahkan, saat ini total izin perkebunan sawit mencapai 246.000 hektar dan dimiliki 28 perusahaan. Namun baru 107 hektar dimanfaatkan. ”Perkebunan rakyat tercatat 35.000 hektar,” ujarnya.
Realisasi penanaman sawit perkebunan besar paling banyak di Kabupaten Bangka Barat dan Kabupaten Belitung Timur, masing-masing 31.000 hektar dan 36.000 hektar.