Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemda Bangkrut, Gaji Perangkat Mandeg

Kompas.com - 08/04/2011, 10:44 WIB

LHOKSEUMAWE, KOMPAS.com - Sebanyak 5.775 perangkat desa di Kabupaten Aceh Utara, Aceh, dalam empat bulan terakhir tak menerima pembayaran gaji dari pemerintah daerah setempat. Kondisi seperti ini selalu berulang setiap tahun di Aceh Utara seiring kebangkrutan anggaran APBD yang terjadi di kabupaten ini. Akibatnya, kinerja pemerintah desa pun terancam terganggu. Padahal mereka ujung tombak pemerintah.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Keusyik (setingkat kepala desa) Aceh Utara (Askara), Mansur, Kamis (7/4/2011), mengatakan, ada 852 desa di Aceh Utara. Setiap desa terdapat 7 perangkat, yang terdiri atas 1 keusyik (setingkat kades), 3 kepala urusan (kaur), 3 kepala dusun, dan 1 sekretaris desa.

"Sampai bulan keempat tahun ini, mereka sama sekali belum mendapatkan gaji yang kami sebut sebagai jerih. Padahal, gaji ini sangat penting artinya bagi kami untuk menunjang biaya hidup sehari-hari. Hampir setiap tahun selalu seperti ini," kata Mansur.

Berulang kali Askara menanyakan masalah ini ke Pemerintah Kabupaten Aceh Utara, namun jawabannya selalu sama, yaitu krisis keuangan. Padahal, jumlah anggaran tiap tahun yang diterima Pemkab Aceh Utara paling besar dibanding kabupaten-kabupaten lain di Provinsi Aceh lainnya.

"Akibat gaji yang sering terlambat, sangat sulit bagi kami untuk menggerakkan perangkat desa untuk bekerja. Kami juga tak bisa berbuat banyak karena mereka juga butuh makan. Mereka baru bekerja kalau sudah teken gaji, sementara gaji kami tak jelas," kata M Husen H Basyah, Keusyik Desa Ulee Tanoh, Kecamatan Tanah Pasir.

Tiap kepala desa di Aceh Utara mendapatkan gaji Rp 750.000, kepala dusun dan kaur mendapatkan gaji atara Rp 250.000 sampai 400.000 per bulan. Gaji itu diterimakan setiap tiga bulan sekali. "Kebutuhan kami bukan hanya untuk menghidupi keluarga. Setiap hari kami harus melayani masyarakat mulai dari mengurus administrasi, kematian, kelahiran, pernikahan, dan keamanan di desa yang membutuhkan biaya operasional. Saya sekarang sampai berutang Rp 8 juta. Istri sudah minta cerai karena pengasilan hidup jadi keusyik tak jelas," tutur Husen.

Keterlambatan gaji ini mulai sangat terasa sejak kasus korupsi deposito dana APBD 2008 di lingkungan Pemkab Aceh Utara sebesar Rp 220 miliar terungkap. Sejak saat itu, APBD defisit Rp 220 miliar. "Pemkab disibukkan mencari selamat terkait proses hukum kasus tersebut dan defisit anggaran yang parah. Alasan Rp 220 miliar itulah yang sekarang sering jadi alasan Pemkab tak memenuhi hak kami," kata Mansur.

Bukan hanya gaji perangkat desa, banyak proyek di desa-desa pun terbengkelai. Ada proyek yang sudah diplot di anggaran dan siap dibangun, tapi tiba-tiba hilang dari daftar karena dananya dialihkan atau hilang entah kemana. "Di desa saya, kami warga desa sudah membongkar saluran irigasi yang rusak karena pemkab sudah memplot di anggaran. Tapi, tiba-tiba dananya tak ada. Program tiba-tiba hilang. Soal anggaran pemkab ini seperti main sulap saja," ujar Keusyik Desa Kuala Dua, Kecamatan Muara Batu.

Sekretaris Daerah Aceh Utara, Syahbudin Usman, mengatakan, untuk pembayaran gaji perangkat desa tetap akan diupayakan dipenuhi. Dia mengakui, saat ini Pemkab Aceh Utara masih membutuhkan dana tambahan Rp 20 miliar untuk menutup kekurangan pembayaran gaji pegawai, guru mengaji, pengurus meunasah, dan pesantren.

"Kami sudah mengajukannya ke Pemerintah Provinsi Aceh. Kami berharap bisa direalisasikan," kata dia.

Secara terpisah, Koordinator Badan Pekerja Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, mengatakan, pengusutan kasus dugaan korupsi deposito dana APBD Aceh Utara Rp 220 miliar cenderung berlarut-larut. Meskipun sudah berjalan dua tahun, hingga kini tak kunjung tuntas.

"Memang sudah ada yang diputus di pengadilan. Tapi, tersangka lain, yaitu bupati dan wakil bupati Aceh Utara masih belum sampai di pengadilan. Berkas masih di Kejaksaan Tinggi Aceh . Bupati dan wakil bupati pun tak pernah ditahan. Kami mendesak agar pengusutannya dipercepat karena kasus ini sudah jelas dan merugikan negara sangat besar, yaitu Rp 220 miliar," kata dia.      

 

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com