Membangun dan menghasilkan energi dari bahan radioaktif tidak sederhana. Selain butuh konstruksi yang kuat, bahan bakar nuklir, dari bahan mentah hingga limbahnya, butuh perjalanan yang jauh jaraknya.
Bahan radioaktif alam tidak seperti batu bara yang bisa langsung dipakai untuk pembakaran. Perlu proses panjang sebelum dan setelah digunakan sebagai bahan bakar nuklir suatu PLTN. Persoalannya, banyak negara pemilik PLTN tidak memiliki bahan radioaktif alam sendiri.
Bahan radioaktif harus diimpor dari negara pemilik bahan radioaktif alam. Negara pengekspor antara lain Kanada dan Australia, juga negara-negara pecahan Uni Soviet.
Iwan Kurniawan, mantan karyawan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) yang menyelesaikan program doktornya di Jepang, menyatakan, ”Di alam, bahan radioaktif tercampur dengan batuan. Harus dibersihkan dari batuan yang melekat.” Pengambilan juga tidak sesederhana penambangan batu bara.
”Batu bara lunak jadi bisa dicongkel-congkel. Kalau bahan radioaktif keras, seperti batuan granit. Untuk mengeksploitasi harus diledakkan,” katanya.
Lapisan batuan yang mengandung radioaktif biasanya ada di kedalaman 40 meter hingga ratusan meter.
Ketebalan batuan yang mengandung radioaktif amat berpengaruh pada tingkat keekonomisannya. ”Yang ada di daerah Kalan, Kabupaten Sintang, ketebalannya hanya setengah meter sehingga kurang ekonomis kalau dieksploitasi,” kata Iwan yang pada awal 1980-an, saat masih bergabung di Batan, turut mendampingi pihak Perancis mengeksplorasi bahan radioaktif di daerah itu.
Bahan radioaktif alam yang dipisahkan dari batuan disebut yellow cake. Bentuk inilah bahan radioaktif diperdagangkan.