Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Opsi Harga Premium Naik Rp 500

Kompas.com - 08/03/2011, 07:07 WIB

Kemudian kebijakan penjatahan kuota konsumsi premium perlu didukung dengan penerapan sistem kendali terpusat. Penerapannya di lapangan diberlakukan untuk kendaraan umum dan pribadi.

Namun, Hatta Rajasa menegaskan, pemerintah belum memutuskan opsi apa yang dipilih. Ini karena perlu ada pembahasan dan persetujuan dari DPR terlebih dulu. Pembahasan direncanakan Selasa ini.

Anggota Komisi VII DPR, Romahurmuziy, menilai, jika pemerintah memprediksi harga minyak akan terus naik, maka kenaikan harga BBM bersubsidi tidak terhindarkan. Namun, pemerintah harus tetap jalan dengan pengendalian volume BBM bersubsidi karena itu merupakan perintah Undang-Undang APBN 2011.

Selain itu, pemerintah sebaiknya tidak melakukan penjatahan secara sepihak dan pengalihan secara sepihak kepada merek pertamax karena secara psikis hal itu akan menaikkan inflasi kepada semua pengguna kendaraan bermotor.

Inflasi tertahan kurs

Ketakutan harga minyak mentah yang tinggi akan mendorong harga produk lainnya diungkapkan Direktur PT Chandra Asri Petrochemical Tbk Suryandi. Dia mengatakan, apabila harga minyak dunia mencapai 120-130 dollar AS per barrel, hal itu jelas akan mendorong harga produk petrokimia yang ada.

”Kenaikan itu memang memengaruhi harga bahan baku, seperti naptha dan ethylene serta turunannya. Kalau ada peningkatan seperti itu, efek ke produk lainnya akan terlihat paling lama dua minggu hingga satu bulan,” kata Suryandi.

Menurut dia, harga polyethylene di Asia Tenggara kini sudah 1.600 dollar AS per ton, sedangkan harga polypropylene di kisaran 1.800 dollar AS per ton.

Harga ini masih terkendali dibandingkan tahun 2008 saat harga produk tadi mencapai di atas 2.000 dollar AS per ton. Saat itu harga minyak mentah mencapai 146 dollar AS per barrel. Peningkatan harga saat ini dinilai masih bisa dipertahankan. Hanya saja, tenggang waktunya antara dua dan empat minggu saja.

”Kenaikan harga turunan produk kimia ini rupanya masih bisa dinetralisasi dengan penguatan nilai rupiah. Paling tidak, kenaikan kontrak penjualan,” ujar Suryandi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com