Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nangka Salak yang Menggoda...

Kompas.com - 02/03/2011, 08:29 WIB

Oleh: Samuel Oktora

KOMPAS.com - Nangka (Ar- tocarpus heterophyllus) bukanlah buah asing di Indonesia, terlebih nangka salak dengan daging buahnya yang tebal dan beraroma khas. Di Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur, nangka salak ini sangat enak dan rasanya amat menggoda. Buah ini pun jadi rebutan banyak orang.

Untuk mendapatkannya juga tidak mudah karena, dari 21 kecamatan di Sikka, nangka jenis ini lebih dominan tumbuh di wilayah lima kecamatan saja, yaitu Kecamatan Kewapante, Kangae, Hewokloang, Bola, dan Doreng.

Banyak orang dari luar yang berkunjung ke Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka, tak menyia-nyiakan kesempatan untuk mencari dan mencicipi buah yang satu ini. Tak sedikit pula yang menjadikannya buah tangan sekembalinya dari wilayah tersebut.

Saat berada di Maumere, Sabtu (19/2/2011) lalu, Kompas pun berburu nangka salak. Langkah paling mudah adalah menuju Pasar Geliting, sekitar 4 kilometer arah timur dari kota Maumere.

Namun, bulan Februari bukanlah musimnya. Nangka salak umumnya berbuah antara Agustus dan Desember. Di Pasar Geliting pun tak ada yang menjual buah ini. Akhirnya, Kompas terpaksa mencari hingga ke Heopuat, Kecamatan Hewokloang, sekitar 20 kilometer dari Maumere.

Di Heopuat ternyata masih ada sejumlah pohon nangka salak yang berbuah. Kompas akhirnya membeli sebuah yang baru dipetik dari pohonnya. Nangka ini memiliki berat sekitar 10 kilogram dengan harga Rp 60.000. Harga ini tergolong mahal karena sudah di luar musim panen. Kalau sedang musim panen, harga nangka salak ini maksimal Rp 50.000 per buah.

Aroma buah nangka yang begitu kuat pun menyeruak memenuhi seluruh mobil saat perjalanan dari lokasi pembelian menuju Ende (sejauh 153 kilometer). Pada Senin (21/2/2011), nangka salak dari Heopuat itu sudah matang dan siap dimakan. Warna daging buahnya tampak kuning mengilat, rasanya manis, dan aromanya harum.

Sangat khas

Tanaman nangka yang tumbuh di Sikka umumnya ada dua jenis, yakni nangka bubur, yang daging buahnya tipis, lunak agak berserat, dan mudah hancur. Itu sebabnya, oleh warga setempat daging buah ini umumnya dimakan dengan cara diisap. Itu sebabnya nangka bubur kurang disukai. Jenis yang lain adalah nangka salak.

Buah nangka di Sikka tergolong besar. Jika sudah matang, buah itu memiliki berat 8-14 kilogram per buah. Tanaman nangka tumbuh subur di Sikka sebab daerah ini memiliki musim kemarau yang agak lama, yakni lebih dari empat bulan. Wilayah NTT memang memiliki karakteristik musim panas sangat panjang antara 8 dan 9 bulan per tahun.

Menurut Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Sikka Boseng Simprisius, nangka salak Sikka memiliki kekhasan dan agak berbeda dengan nangka salak umumnya di Jawa. ”Nangka salak di Jawa daging buahnya memang lebih tebal, tetapi berair, sedangkan nangka salak di sini (Maumere) daging buahnya agak tipis, tetapi sedikit kering seperti salak dan rasanya sangat manis,” papar Boseng.

Perlu revitalisasi

Masyarakat di Sikka umumnya menanam nangka. Tak diketahui secara pasti motif utama di balik budidaya itu, tetapi segelintir masyarakat di Sikka meyakini tanaman nangka dapat menangkal hantu. Hal itu agak berbeda dengan di Jawa, pohon nangka justru disebut-sebut menjadi tempat hidup hantu atau roh halus.

”Ada mitos seperti itu, dari cerita orang-orang tua dulu, pohon nangka di sini justru dapat menangkal hantu,” tutur Camat Kewapante, Kasianus Kei.

Di sisi lain, keberadaan nangka salak juga sangat melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat setempat. Misalnya, buah nangka yang masih muda (tewel) terkadang dimanfaatkan sebagai makanan dan sayuran.

Biji nangka yang matang biasa oleh warga setempat direbus atau dibakar kemudian dimakan sebagai hidangan makanan ringan, yang dinikmati bersama minuman kopi atau teh. Biji nangka rebus itu sering kali berperan sebagai pengganti nasi sebab setelah dikonsumsi dirasa cukup mengenyangkan.

Batang pohon nangka salak di Sikka juga menjadi incaran banyak pihak. Bahkan, para pengukir dari Bali sering datang ke Sikka khusus mencari kayu dari pohon nangka yang sudah tua. ”Seniman-seniman Bali juga sering yang datang ke sini (Sikka) untuk mencari batang kayu nangka. Kayu ini dinilai berkualitas bagus untuk diukir atau dipahat,” ujar Kasianus.

Kendati nangka salak telah menjadi tanaman khas Sikka, budidaya komoditas ini masih sporadis dan belum dalam skala besar sehingga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Pemerintah setempat terkesan sudah berpuas diri dengan kelebihan nangka tersebut tanpa melakukan terobosan baru untuk peningkatan produksi.

Kini, saatnya Pemkab Sikka dituntut lebih kreatif serta serius melakukan revitalisasi dengan pengembangan komoditas unggulan daerah. Caranya, antara lain, dengan melakukan riset, perluasan lahan, peningkatan kualitas pembibitan, perawatan, peningkatan kualitas dan volume produksi, serta pengolahan dan pemasaran.

Hanya dengan langkah seperti itu komoditas unggulan daerah ini dapat lebih berkembang dan diminati masyarakat luas. Petani pun menikmati hasilnya.

---
Baca juga: Tercemar Bakteri, Sebagian Pantai Kuta Ditutup

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com