Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Risiko Harga Minyak

Kompas.com - 26/02/2011, 03:28 WIB

PRI AGUNG RAKHMANTO

Belum reda pengaruh krisis politik di Mesir yang telah membuat harga minyak menembus 102 dollar AS per barrel beberapa pekan lalu, kini harga minyak telah menembus level 120 dollar AS per barrel, kali ini dipicu oleh gejolak politik di Libya.

Berbeda dengan Mesir yang hanya memiliki cadangan minyak terbukti sebesar 4,4 miliar barrel dan tingkat produksi sekitar 700.000 barrel per hari, Libya saat ini memiliki cadangan minyak terbukti sebesar 44 miliar barrel dan tingkat produksi mendekati 1,7 juta barrel per hari (BP Statistical Review, 2010).

Libya adalah negara di Afrika yang memiliki cadangan minyak terbesar saat ini (sekitar 35 persen cadangan minyak Afrika berada di Libya) dan sekaligus anggota OPEC. Ditinjau dari sisi fundamental pasar minyak dunia, produksi Libya jauh lebih signifikan dibandingkan Mesir. Logis jika efek yang ditimbulkannya terhadap harga minyak dunia juga lebih besar dibandingkan Mesir.

Namun, bukan faktor fundamental itu saja sejatinya yang membuat harga minyak bergejolak lebih dahsyat hingga menembus 120 dollar AS per barrel, melainkan kadar ketidakpastiannya yang secara relatif dipandang lebih tinggi oleh para pelaku pasar (minyak dunia) sehingga memunculkan dan mendorong spekulasi.

Pertama adalah ketidakpastian karena Khadafy secara tegas menyatakan tak akan mundur hingga akhir dari krisis di Libya menjadi sulit diprediksi.

Kedua adalah ketidakpastian menyangkut apakah gejolak politik di Libya ini akan merembet ke negara-negara Timur Tengah-Afrika lain, seperti Iran, Arab Saudi, dan Aljazair, yang secara fundamental sangat krusial bagi pasokan minyak dunia.

Jika Iran, yang memiliki cadangan minyak 137 miliar barrel dan tingkat produksi lebih dari 4,2 juta barrel per hari (BP Statistical Review, 2010), sampai terseret dan bergejolak, harga minyak akan makin tak terkendali. Harga dalam hitungan pekan dengan mudah akan menembus 120-130 dollar AS per barrel.

Jawaban atas semua itu tak ada yang tahu pasti dan tak tentu juga akan terjawab dalam waktu cepat. Dengan kata lain, unsur ketidakpastian tetap akan tinggi. Berarti tingkat keseimbangan harga minyak, meskipun akan berfluktuasi, juga tetap berada di kisaran tinggi. Dengan informasi yang ada saat ini, kisaran 90-95 dollar AS per barrel adalah keseimbangan rata-rata yang mungkin akan terbentuk, setidaknya dalam paruh pertama tahun 2011 ini.

Dampak ke Indonesia

Implikasi bagi perekonomian nasional, khususnya APBN yang hingga saat ini masih mematok angka 80 dollar AS per barrel sebagai asumsi makro, adalah bahwa akan (kembali) terjadi penambahan defisit.

Simulasi ReforMiner Institute menghitung, setiap harga minyak 1 dollar AS per barrel di atas asumsi, ceteris paribus, subsidi energi (BBM dan listrik) akan bertambah sekitar Rp 3,4 triliun, sedangkan penerimaan migas hanya akan bertambah sekitar Rp 2,6 triliun. Dengan demikian, akan terjadi penambangan defisit APBN sekitar Rp 0,8 triliun untuk setiap harga minyak 1 dollar AS per barrel di atas asumsi.

Artinya, jika harga minyak rata-rata ada di kisaran 90–95 dollar AS per barrel sepanjang tahun dan asumsi yang digunakan masih tetap 80 dollar AS per barrel, tambahan defisit APBN yang akan terjadi, ceteris paribus, mencapai Rp 8–Rp 12 triliun.

Dalam hubungan dengan rencana pembatasan bensin premium yang sedianya akan diterapkan April 2011 nanti, kecenderungan harga yang tetap akan bertahan di kisaran tinggi akan membuat kebijakan itu menjadi makin tidak efektif. Harga pertamax dan setaranya tetap akan berada di kisaran Rp 7.900–Rp 8.500 per liter sehingga perbedaan harganya dengan bensin premium tetap akan signifikan, Rp 3.600–Rp 4.000 per liter.

Dengan perbedaan harga sebesar itu, hampir dapat dipastikan akan terjadi distorsi berupa pasar gelap ataupun penyalahgunaan bensin premium yang akan teramat sangat sulit untuk dicegah ataupun diawasi. Ditambah ketidaksiapan infrastruktur yang ada, maka rencana pembatasan bensin premium tak selayaknya dipaksakan.

Pilihan kebijakan yang tersedia dan layak untuk tahun 2011 ini memang tak banyak. Namun, beberapa di antaranya memang harus dilakukan. Pertama adalah mengubah asumsi harga minyak (Indonesian Crude Price/ICP) di APBN. Kisaran ICP 86–90 dollar AS per barrel (berkorelasi dengan harga minyak dunia 90–95 dollar AS per barrel) adalah level yang lebih realistis dan mencerminkan dinamika yang ada.

Tanpa perubahan asumsi, dengan cadangan fiskal yang ada, APBN hanya akan mampu ”bertahan” di kisaran ICP tak lebih dari 82 dollar AS per barrel. Tak perlu berkukuh mempertahankan asumsi ICP 80 dollar AS per barrel karena faktor-faktor yang ada memang tak membentuk keseimbangan harga di level itu.

Kedua, menambah alokasi kuota BBM bersubsidi di APBN sebagai konsekuensi dari dibatalkan atau ditundanya kebijakan pembatasan bensin premium.

Ketiga, menyiapkan program-program jaring pengaman sosial dan langkah-langkah pengendalian inflasi untuk mengantisipasi jika kebijakan kenaikan harga BBM pada akhirnya diambil oleh pemerintah. Dalam hal ini, toleransi rata-rata ICP 10 persen di atas asumsi adalah batas yang rasional bagi pilihan kebijakan disesuaikan tidaknya harga BBM di dalam negeri.

Tak rasional dan tak bijaksana kiranya jika di tengah gejolak harga minyak saat ini tetap saja ”menjanjikan” tak akan ada kenaikan harga BBM. Pendekatan yang mengedepankan rasionalitas ekonomi hendaknya lebih diutamakan daripada pendekatan politis-populis.

PRI AGUNG RAKHMANTO Pendiri dan Direktur Eksekutif ReforMiner Institute; Pengajar di Teknik Perminyakan Universitas Trisakti

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com