Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesan Harmoni dari Sudiroprajan

Kompas.com - 01/02/2011, 13:46 WIB

KOMPAS.com — Suasana sekitar Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, yang berhias lampion di jalan-jalan sangat meriah, Minggu (30/1/2011). Ribuan orang berkumpul di dekat jam Pasar Gede yang menjadi ikon pasar tradisional itu.

”Lihat, Nak, barongsainya bobo,” kata Sri (42) kepada cucunya, menunjuk lima barongsai yang beratraksi. Warga Kelurahan Gandekan, Kecamatan Jebres, Solo, itu mengaku sejak pukul 14.00 berada di Pasar Gede bersama seorang cucu dan anaknya. ”Kami senang nonton atraksi barongsai, liong, dan kesenian Jawa,” kata Sri.

Meski tidak merayakan Imlek, tidak menjadi halangan baginya untuk menikmati Garebeg Sudiro yang diselenggarakan untuk menyambut datangnya Imlek 2562 yang dirayakan warga keturunan Tionghoa.

Begitu pula dengan Sukamti (42). Ia mengaku menyempatkan diri datang jauh-jauh dari rumahnya di Kampung Timuran, Kecamatan Banjarsari, Solo, agar bisa menonton kirab budaya Garebeg Sudiro.

Acara ini kini dirasakan menjadi milik semua warga Kota Solo karena, selain kesenian khas warga keturunan Tionghoa, juga ditampilkan kesenian Jawa. Perbedaan yang ada tidak menjadi penghalang untuk merajut kebersamaan.

”Perbedaan jangan disikapi secara negatif, tetapi dibingkai dengan kebersamaan agar menjadi harmoni,” kata Hendry Susanto, Ketua Kelenteng Tan Kok Sie Pasar Gede yang juga Ketua Majelis Agama Konghucu Indonesia Solo.

Sudiroprajan merupakan kantong permukiman warga peranakan di Kota Solo. Namun, menurut Hendry, Sudiroprajan sulit disamakan dengan pecinan lainnya karena warga pribumi dan keturunan di sana sudah sangat membaur sejak beberapa generasi lalu. Perkawinan di antara mereka telah melebur perbedaan. ”Interaksi dan akulturasi yang terjadi di antara kami bukan rekayasa, melainkan alamiah,” ujar Hendry.

Wakil Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo mengatakan, menjadi kewajiban Pemerintah Kota Solo untuk menjaga kebinekaan di antara warganya. Bahkan, Wali Kota Solo Joko Widodo menegaskan, acara ini sejalan dengan keinginan Pemkot Solo untuk menggali potensi kampung. Pembangunan Kota Solo dimulai dari kampung kemudian ke kota sehingga ada rasa memiliki di antara warganya.

Memasuki tahun ketiga Garebeg Sudiro, tahun ini acaranya dibalut dalam kirab budaya dengan menampilkan lebih banyak atraksi dan potensi kesenian lokal. Ada pula potensi kreativitas dan kuliner khas Sudiroprajan, seperti gembukan, bakpao, moho, dan kue mangkok, yang juga menunjukkan terjadinya akulturasi.

Dalam kirab budaya ini, selain gunungan kue keranjang yang kini dikemas dalam bentuk pagoda, ada pula atraksi barongsai, liong, reog, turonggo seto dari Boyolali, Solo Batik Carnival, tari prajuritan dari SMKN 8, tari topeng dari ISI Surakarta, bedoyo putri, dan banyak lainnya.

Mereka berkirab dari Pasar Gede mengelilingi kawasan Sudiroprajan. Puncak kegiatan ini ditandai dengan pembagian kue keranjang di sejumlah titik. Suasananya seperti garebeg yang diselenggarakan Keraton Surakarta.

Dalam kitab Babad Sala yang dihimpun oleh RM Sajid disebutkan, Sudiroprajan atau Balong yang dulu merupakan bagian dari wilayah Keraton Surakarta ada sejak abad ke-19. Kampung ini dulu menurut tata ruang menjadi zona bagi orang-orang Tionghoa yang datang ke Surakarta sehingga kemudian dikenal sebagai kampung pecinan. Kampung ini dipimpin oleh seorang berpangkat mayor yang disebut Babah Mayor.

Rangkaian kirab budaya diselenggarakan warga Sudiroprajan yang tidak sedikit mengeluarkan dana dari kocek sendiri untuk penyelenggaraan acara selain bantuan dari Pemkot Solo. Warga setempat bersemangat untuk menjadikan kampungnya sebagai daerah wisata. Pemkot Solo pun mulai tahun ini akan menata wilayah tersebut sekaligus membangkitkan potensi ekonominya. (eki)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com