Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY Didorong Periksa Perkara Satono

Kompas.com - 05/01/2011, 16:36 WIB

BANDAR LAMPUNG, KOMPAS.com- Kabar dikabulkannya eksepsi Bupati Lampung Timur mendapat sorotan negatif dari sejumlah kelompok masyarakat, antara lain Jaringan Aktivis 98. Mereka bahkan mendesak agar Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung melakukan eksaminasi terhadap putusan sela yang membebaskan Satono ini.

Koordinator Jaringan Ak tivis 98 di Lampung, Ricky Tamba, Rabu (5/1/2011), mengatakan, putusan sela yang mengabulkan ekspsi kuasa hukum Satono sangatlah menyakiti rasa keadilan masyarakat. Apalagi, mengingat adanya unsur kerugian, yaitu hilangnya uang negara senilai Rp 108 miliar yang sempat membelit Satono.

"Ini (putusan) patut dicurigai. Kami menengarai adanya permainan dari para aparat terkait," ungkapnya.

Ia menambahkan, dalam waktu dekat mereka akan melakukan aksi di Jakarta untuk mendesak KY dan MA melakukan eksaminasi menyeluruh terhadap perkara ini. Ia juga berpadangan, sudah saatnya MK mengambil-alih pengungkapan kasus dugaan penyelewenangan APBD Lamtim senilai Rp 108 miliar ini ditambah gratifikasi Rp 10,5 miliar yang diduga melibatkan Satono.

"Kami akan melayangkan surat kepada Presiden RI dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum mengenai ini," ujarnya.

Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum mengungkapkan bahwa Satono yang kini sudah dua periode menjabat sebagai Bupati Lamtim tergiur memindahkan dana APBD dari bank umum, yaitu Bank Lampung dan Bank Mandiri ke BPR Tripanca semata demi mendapatkan bunga tambahan yang masuk ke kantung pribadi.

Dengan memindahkan dana APBD ke BPR Tripanca selama kurun waktu 2005 hingga 2008, Satono didakwa menikmati uang sebesar Rp 10,5 miliar yang didapat dari bunga sebesar 0,5 persen per tahun. Bunga ini diberikan oleh Komisaris Utama BPR Tripanca Setiadana Sugiharto Wiharja alias Alay sebagai imbalan pemindahbukuan dana dalam bentuk deposito.

Perbuatan terdakwa ikut memperkaya BPR Tripanca Rp 89 miliar. Sebaliknya, merugikan keuangan negara hingga Rp 108 miliar. "Dana (Rp 108 miliar) ini lalu tidak dapat dicairkan karena izin BPR Tripanca dicabut Gubernur Bank Indonesia pada 2009," ujar Abdul Kohar, jaksa penuntut umum.

Namun, dakwaan ini kemudian dinyatakan tidak cermat dan kabur (obscuur libel) oleh majelis hakim sehingga dinyatakan batal demi hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com