Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Skandal Seks, Masyarakat Ikut Bersalah

Kompas.com - 21/12/2010, 10:03 WIB

VATICAN CITY, KOMPAS.com Gereja Katolik harus memeriksa kegagalan dalam ajarannya yang memungkinkan pelecehan seksual yang tak "terbayangkan" terhadap anak-anak oleh para imam dapat berlangsung lama seakan tanpa hambatan.

"Penghinaan" luas yang dialami Gereja Katolik sebagai akibat dari skandal tersebut harus menjadi pendorong untuk melakukan reformasi, demikian dikatakan Paus Benediktus XVI kepada para kardinal yang berkumpul di Roma, Minggu (19/12/2010), sebagaimana dilaporkan Telegraph, Senin. Namun, Paus berpendapat, krisis pelecehan itu harus dilihat dalam "konteks" sosialnya. Ia menunjuk bahwa sebagian persoalan berasal dari sikap permisif masyarakat Barat sejak tahun 1970-an.

Para korban pelecehan seks para imam langsung meradang saat mendengar komentar Paus itu. Mereka mengecam pernyataan Paus sebagai upaya lain otoritas Gereja untuk menghindari tanggung jawab atas skandal tersebut.

Paus berbicara dalam pidato tahunan Natal-nya kepada para uskup dan kardinal, yang berkumpul di istana apostolik Vatikan yang bergaya fresko, Sala Regia. Meski menekankan bahwa kebanyakan imam terhormat, Paus Benediktus mengatakan, pengungkapan pelecehan itu tahun ini telah mencapai "sebuah dimensi yang tak terbayangkan" yang menuntut gereja untuk menerima "penghinaan" itu sebagai sebuah panggilan untuk melakukan pembaruan.

"Kita tahu gaya tarik khusus dari dosa yang dilakukan oleh para imam ini dan tanggung jawab yang melekat pada kita," katanya. "Kita harus bertanya kepada diri sendiri apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki sebanyak mungkin ketidakadilan yang terjadi. Kita harus bertanya kepada diri sendiri apa yang salah dalam ajaran kita yang memungkinkan hal seperti itu terjadi."

Namun, Benediktus mengatakan, kesalahan terletak bukan hanya pada gereja, melainkan juga pada  "konteks zaman kita", di mana pornografi anak, penggunaan narkoba, perdagangan seksual sampai pada beberapa tingkat dianggap diperbolehkan. "Ada pasar pornografi anak-anak yang tampaknya menjadi semakin diterima secara normal oleh masyarakat," katanya. "Kerusakan psikologis anak-anak, di mana manusia direduksi menjadi sebuah artikel pasar, merupakan tanda-tanda zaman yang menakutkan." Ideologi yang mendasari ekses-ekses tersebut berasal dari tahun 1970-an, ketika "pedofilia diteorikan sebagai sesuatu yang sudah ada dalam diri seseorang dan bahkan anak", katanya. "Dampak dari teori tersebut nyata saat ini."

Perwakilan para korban pelecehan mengecam komentar Paus itu sebagai "omong kosong". Margaret Kennedy, dari kelompok Minister and Clergy Sexual Abuse Survivors, mengatakan, "Dia mencoba untuk mengatakan bahwa dunia modern itu korup dan garang secara seksual. Menyalahkan masyarakat untuk apa sebenarnya tanggung jawab mereka," katanya. "Tidak seorang pun pada zaman apa pun yang pernah berpikir bahwa orang dewasa melakukan hubungan seks dengan anak-anak merupakan sesuatu yang benar."

Skandal itu pertama muncul ke dalam kesadaran publik di Amerika Serikat tahun 2002, lalu menyebar ke seluruh dunia awal tahun ini, dengan ribuan korban bermuncul di Eropa dan seantero dunia.

Berbagai rincian diungkapkan tentang para uskup yang menutup-nutupi para imam pedofilia dan para pejabat Vatikan yang tutup mata terhadap kejahatan itu selama beberapa dekade. Benediktus sendiri bahkan menghadapi sejumlah persoalan tentang cara penanganannya terhadap krisis tersebut, ketika masih sebagai Uskup Agung di Muenchen, Jerman, dan sebagai Kepala Kantor Vatikan yang bertanggung jawab untuk menangani kasus-kasus pelecehan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com