Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita "Patok Tiga" dan Janji-janji Pembangunan...

Kompas.com - 16/12/2010, 04:45 WIB

Setelah mengunjungi warga perbatasan Indonesia-Australia di Saumlaki, Maluku, Oktober lalu, Wakil Presiden Boediono, Selasa (14/12), menemui warga Kecamatan Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Ia didampingi Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, serta Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Djalal.

Wapres diikutkan pimpinan BUMN, yang membagikan bantuan pula. Gubernur Kaltim Awang Faroek dan Bupati Nunukan Abdul Hafid Achmad ikut pula. Inilah kunjungan kedua Wapres ke kawasan perbatasan Indonesia.

Pulau Sebatik terletak di sebelah timur laut Kalimantan. Di bagian utara adalah wilayah Sabah, Malaysia. Di bagian selatan wilayah Indonesia. Di bibir pantai sebelah selatan, batas kedua negara hanya ditandai bendera Merah Putih dan bendera Malaysia. Di bagian tengah, batas kedua negara hanya ditandai dengan sejumlah patok.

Patok yang sering dikunjungi pejabat Indonesia adalah ”Patok Tiga” (P3) di perkampungan Aji Kuning, Kecamatan Sebatik. Tak ada penduduk di kawasan itu yang bisa menjelaskan asal usul patok yang hampir rata dengan tanah dan dicat dengan warna Merah Putih, termasuk tulisan P3-nya itu.

Konon, karena sering diinjak oleh pejabat, patok itu sering menjadi olok-olok warga. Patoknya hampir rata dengan tanah, tetapi daerah itu terus menjadi daerah tertinggal yang bergantung ekonominya kepada negeri tetangga.

Untungnya, saat kunjungannya ke P3 itu, Wapres tak melakukan ”tradisi” injak patok itu. Yang menginjak antara lain Fadel Muhammad dan Awang Faroek. Wapres hanya memberikan dukungan semangat dan ucapan terima kasih kepada Komandan TNI yang bertugas di kawasan itu.

”Belum ke sini jika tak menginjak patoknya,” ujar Fadel, yang diikuti Awang Faroek dan pejabat lain seraya meletakan telapak kaki kanannya ke atas patok sebelum meninggalkan Aji Kuning.

Di perkampungan ini, beberapa rumah warga Indonesia berdiri di wilayah Malaysia. Bahkan, ada rumah pasangan Saidah dan Mappangara, asal Pare-Pare, Sulawesi Selatan, yang ruang tamunya di wilayah Indonesia dan dapurnya di wilayah Malaysia. Meski tinggal di wilayah Malaysia dan sebagian besar anaknya bekerja di Tawao, Sabah, mereka tetap warga negara Indonesia.

Rawan konflik

Perbatasan Indonesia-Malaysia ini rawan konflik. Sebut saja ada persoalan keluar-masuknya tenaga kerja Indonesia (TKI) di pintu gerbang Nunukan dan sengketa perbatasan, seperti penetapan batas wilayah blok minyak dan gas bumi Ambalat. Selain itu, juga ada pelanggaran batas wilayah oleh nelayan atau warga kedua negara, penyelundupan, serta ketergantungan ekonomi dan sosial warganya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com