Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penanganan Korupsi Belum Signifikan

Kompas.com - 10/12/2010, 05:11 WIB

Semarang, Kompas - Sampai akhir tahun 2010, surat izin Presiden masih menjadi persoalan klasik dalam mengusut kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah. Dari sisi pelaku, kalangan eksekutif tetap menjadi aktor utama dalam beberapa kasus korupsi yang ada.

Hal inilah yang terungkap dalam rekapitulasi penuntasan kasus korupsi selama Januari-November 2010 yang dilakukan secara terpisah oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dan Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jateng. Rekapitulasi ini dilakukan untuk menyambut Hari Antikorupsi Sedunia, Kamis (9/12).

Meskipun demikian, Kejaksaan Tinggi sudah merasa puas. Selama Januari-November 2010, baik kejaksaan tinggi maupun negeri di Jateng menangani sebanyak 186 kasus dengan kerugian negara senilai Rp 94,34 miliar. Namun, kerugian yang diselamatkan baru Rp 4,55 miliar.

Dari jumlah kasus itu, sebanyak 9 kasus di antaranya sudah masuk penyidikan dan 140 kasus masuk tahap penuntutan. Sebanyak 37 kasus lainnya masih dalam penyelidikan. ”Bagi kami, jumlah tersebut sudah cukup menggembirakan,” kata Kepala Kejati Jateng Widyo Pramono.

Namun, di Jateng masih ada dua kepala daerah yang belum diperiksa karena menunggu surat izin Presiden. Mereka adalah Bupati Batang Bambang Bintoro dan Bupati Tegal Agus Riyanto.

Kasus dugaan korupsi yang menyangkut mantan Wali Kota Semarang Sukawi Sutarip yang terjadi tahun 2004 pun berakhir antiklimaks. Setelah Sukawi tidak menjadi wali kota dan dapat diperiksa, kasus tersebut justru berhenti karena ada Surat Penghentian Proses Penyidikan (SP3) pada 29 Oktober 2010.

Widyo mengatakan, kejaksaan tetap berkomitmen untuk tidak pandang bulu dalam penuntasan kasus korupsi. ”Tapi dalam kasus yang menyangkut kepala daerah, ada payung hukum yang harus tetap kami pegang,” katanya.

KP2KKN Jateng mendata ada 348 aktor kasus korupsi selama tahun 2010. Sebanyak 202 aktor berasal dari kalangan eksekutif, sisanya berasal dari kalangan legislatif (68 orang), swasta (47 orang), dan yudikatif (2 orang).

Sekretaris KP2KKN Eko Haryanto mengatakan, pelaku dari kalangan eksekutif masih banyak karena sektor korupsi tertinggi ada pada penggunaan anggaran daerah. ”Penuntasan semakin sulit karena korupsi dilakukan beramai-ramai,” katanya.

Pada Rabu (8/12), Pemerintah Kota Semarang dan Komisi Pemberantasan Korupsi mencanangkan pembentukan zona integritas untuk mencegah korupsi dalam pelayanan publik. Upaya itu sangat mendesak karena Kota Semarang berada di urutan 14 dari 22 kota yang disurvei integritas pemerintah kotanya. Jika cakupannya diperluas dengan melibatkan nilai integritas instansi vertikal seperti kepolisian, pengadilan, dan Perusahaan Listrik Negara, Kota Semarang berada di urutan 19.

Berdasarkan survei KPK yang dilakukan pada April-Agustus 2010, hanya Kota Samarinda dan Surabaya yang mendapat skor nilai integritas pemerintah kota lebih dari 6. Skor di atas 6 dinyatakan telah memenuhi standar atau memiliki lingkungan kerja yang cukup bersih dari korupsi. (DEN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com