Menurut Direktur Human Rights Watch (HRW) Deputi Asia Elaine Pearson, desakan itu harus disampaikan Gillard ketika bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat melawat ke Indonesia, awal November mendatang. Sebelumnya beredar rekaman video yang mempertontonkan aksi penyiksaan itu di situs Youtube.
”Gillard harus menekan Pemerintah Indonesia agar kasus penyiksaan bisa segera diinvestigasi secara kredibel, bukan disembunyikan ’ke bawah karpet’,” ujar Elaine.
Sebelumnya Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto membenarkan rekaman itu sekaligus menyebut prajurit TNI yang terlibat sebagai ”tidak profesional”.
Namun, menanggapi hal itu, Djoko Suyanto kepada Kompas mengatakan, Australia tidak perlu repot-repot menekan Indonesia. Selain karena persoalan itu adalah urusan dalam negeri Indonesia, pemerintah, menyusul insiden di Papua, juga sudah bersikap tanggap dengan mengakui serta kemudian segera memerintahkan investigasi dan penuntasannya.
”Saya tidak yakin PM Australia akan melakukannya. Kami sudah merespons kasus tersebut tanpa ada tekanan dari siapa pun,” ujar Djoko.
Saat ditanya soal perkembangan penanganan kasus penyiksaan warga Papua, Djoko mengatakan, saat ini proses penyidikan sudah berjalan di tingkat Komando
Pendapat senada juga disampaikan Staf Khusus Presiden Bidang Luar Negeri Teuku Faizasyah dan Wakil Ketua Komisi I dari Fraksi PDI-P TB Hasanuddin.
Saat dihubungi, Faizasyah
”Komitmen Indonesia dalam penanganan dan penuntasan kasus itu tidak perlu diragukan. Langkah investigasi tidak kita lakukan atas dasar tekanan dari pihak lain. Perintah Presiden Yudhoyono soal itu muncul akibat geram terhadap praktik seperti itu,” ujar Faizasyah.
TB Hasanuddin mengingatkan, persoalan itu bakal menjadi konsumsi politik kelompok-kelompok separatis, yang memang ingin memisahkan diri dari Indonesia. Untuk mencegah itu, dia minta pemerintah segera mengumumkan hasil investigasi dan juga langkah hukum yang diambil sebelum kunjungan PM Australia itu.
”Kita memang tidak bisa melarang orang luar bertanya. Namun, harus diingat, jangan kita biarkan kebiasaan jelek dengan mendiamkan masalah hingga dilupakan. Masalahnya orang luar tidak pernah lupa akan keburukan kita. Kasus ini harus dituntaskan supaya tidak terulang,” ujar Hasanuddin.
Secara terpisah, pengamat militer Universitas Indonesia, Andi Widjojanto, di China mengingatkan pentingnya sistem hukum pidana militer nasional untuk mengadopsi prinsip-prinsip humanitarian internasional, seperti Konvensi Geneva, Konvensi Antipenyiksaan, Statuta Roma, serta Protokol I dan II.