SLEMAN, KOMPAS.com — Ketika Gunung Merapi mulai menyemburkan awan panas, Selasa, Lilik Muchlisin hendak mengakhiri aktivitas membuat gardu pandang di dekat rumahnya, Dusun Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman.
Suara gemuruh tiba-tiba terdengar keras. Namun, semburan awan panas belum sampai ke Kaliadem.
"Saya mandi, kemudian shalat maghrib. Seusai shalat, saya baca Al Quran, surat Yasin. Anehnya, saat itu seperti ada sesuatu yang membuat saya tidak bisa melanjutkan baca Al Quran," kata Lilik.
Merasa kondisi masih aman, Lilik dan kakak iparnya, Suryadi, makan malam.
Begitu suapan terakhir, mendadak muncul awan panas yang menyapu rumah milik ayahnya, Ponimin.
"Piring yang sebelumnya dipakai Mas Suryadi terlempar. Kami kemudian masuk ke dalam kamar untuk menyelamatkan diri. Ayah dan ibu saya masih ada di luar sedang berdoa," ujar Lilik.
Dalam kamar sudah ada Lia Hatifah (kakak kandung Lilik), Ilham Galih Habibi (5 tahun, adik), dan Fiqih (2,5 tahun, putra Lia). Ketika mereka tengah berdoa, mendadak Hj Hayati, ibu Lilik, berlari masuk kamar karena disambar awan panas yang terlihat seperti semburan naga.
"Ibu mengaku sedang dikejar api Gunung Merapi," kata Lilik.
Suasana pun semakin mencekam karena sang ayah, Ponimin, tak juga masuk kamar. Baru belakangan Ponimin masuk kamar dan ikut bersila untuk berdoa.
"Saya membaca doa Nurbuat dan beberapa ayat suci Al Quran," kata Lia.