Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Telepon Presiden SBY di Tengah Kepanikan

Kompas.com - 29/10/2010, 19:47 WIB

SLEMAN, KOMPAS.com — Lilik Muchlisi (23) tak pernah membayangkan mengalami peristiwa paling dramatik dalam hidupnya.

Warga Dusun Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, tersebut terjebak awan panas Gunung Merapi sekitar empat jam, Selasa (26/10/2010) lalu.

Ia tidak sendiri, tetapi bersama kedua orangtuanya, Haji Ponimin dan Ny Hj Hayati, Lia Hatifah (kakak kandung), Suryadi (kakak ipar), Ilham Galih Habibi (5) adik, dan Fiqih (2,5), putra Lia.

Ponimin dikenal sebagai tokoh spiritual Kaliadem, sekaligus calon juru kunci Gunung Merapi pengganti almarhum Mbah Maridjan.

"Kami sekeluarga bertahan dalam kamar sekitar empat jam. Selama itu kami hanya bisa pasrah dan berdoa," kata Lilik ketika ditemui Tribunnews.com di lokasi pengungsian keluarganya, Desa Umbulmartani, Kecamatan Ngemplak, Sleman, Kamis (28/10/2010) malam.

Di tengah kepasrahan, Lia Hatifah sempat menghubungi nomor telepon yang tersimpan di ponsel ayahnya.

Uniknya, di antara nomor telepon yang dihubungi, tertera nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Selain itu, Lia juga menghubungi Bupati Sleman Sri Purnomo dan sejumlah orang lain.

"Semua orang yang ditelepon mengatakan belum mampu membantu proses evakuasi karena kondisi masih berbahaya," katanya.

Lia mengaku tidak tahu apakah yang menerima teleponnya Presiden SBY atau bukan. "Di HP bapak saya memang ada nomor telepon orang yang diberi nama SBY. Saat itu saya minta tolong kepada penerima telepon agar dikirim helikopter, tapi dia bilang tidak mungkin kirim helikopter dalam situasi seperti itu," ujar Lia.

Ponimin mengaku tidak kenal secara pribadi dengan Presiden SBY. "Saya hanya pernah didatangi seseorang yang mengaku sebagai utusan Pak SBY. Orang itu kemudian memberitahu nomor kontak Pak SBY," ujar Ponimin.

Dalam kondisi terkurung awan panas, Ponimin sempat keluar dari kamar untuk mengambil air dan madu di dapur. "Pada saat itu Bapak terjilat api di bagian pantat," kata Lilik.

Beberapa bagian rumah keluarga Ponimin rusak setelah genteng kaca pecah terkena awan panas.

"Dari genteng yang pecah itu pasir dan abu panas masuk ke dalam plafon. Akibatnya, sebagian plafon ambrol," katanya.

Tentu saja kondisi itu membuat suhu dalam kamar menjadi semakin panas. "Suhu dalam kamar panas sekali. Bau belerang sangat menyengat. Kami kesulitan mendapat oksigen," tambah Lilik.

Meski pada saat itu suhu diperkirakan sekitar 600 derajat celsius, tiga dus air mineral tidak menguap, begitu pula pakaian, dan tiga sepeda motor yang diparkir dalam rumah. (Febby Mahendra/Khriesna)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com